Oleh: Setiadi R.
Saleh, S.Sos.,
Apabila kita cermati, kendati
Islam terkadang dalam posisi minoritas, umat Islam bukan semakin berkurang,
justru bertambah. Mengapa Islam belum punah? Sebab, Allah SWT menjamin Islam
akan tetap lestari sampai kemusnahan dunia, bahkan sampai manusia-manusia
dibangkitkan lagi di suatu alam mashyar. Sampai manusia menjemput maut, sampai
manusia menemui sebuah hari yang ada awalnya dan tidak ada ujungnya [kiamat].
Selain itu, tanda-tanda Islam
tetap ada, masih terdengarnya suara azan yang terus-menerus berkumandang
mengitari bumi manusia, tanpa henti-henti, detik perdetik seperti tarikan nafas
yang dilepaskan dari hidung. Guru kita Al-Ghazali mengumpamakan, Islam memiliki
aura dimensi spiritual, fisikal, mental dan imajinatif.
Mengapa kita perlu belajar dan melihat
Islam dari sana (Barat), karena saat ini, studi Islam terbaik ada di Barat.
Mereka memiliki kultur kesarjanaan yang tidak ada dalam dunia Islam. Studi
Islam di Barat dilakukan bukan atas dasar iman. Melainkan atas keingintahuan. Hal
ini berguna untuk mengeksplorasi Islam sebagai sumber pengetahuan, tanpa ada
beban doktrin teologi.
Islam secara formulatif, baik
secara modern maupun klasik memiliki aspek pendiskusian yang dekat kepada
isu-isu perubahan zaman. Misalkan, manakah tafsir Alquran yang dapat diubah dan
yang tidak; apa kedudukan akal dalam agama; apakah sumber kebenaran itu akal
atau wahyu? Karena itu, umat muslim sebaiknya banyak membaca, banyak menelaah, dan
lebih banyak lagi belajar saling mengenal, menyanyangi, dan saling menghormati.
Potret
Islam di Tiang Salib
Saat itu, Rasheedah
Omolola Abdulkareem mendatangi Integrated Corporate Service (ICS) di Ilupeju,
sebuah wilayah sub-urban di Lagos Nigeria Selatan. ICS adalah lembaga perekrut
tenaga kerja bagi bank dan perusahaan minyak. Kendati Rasheedah lolos semua
seleksi tertulis dan interviu. Ia tidak diterima kerja, lantaran berjilbab.
Lain hal dengan
yang terjadi di Siprus Selatan, sebuah bar berdiri di halaman masjid
Hala--masjid bersejarah pada masa Ottoman. Di dalam bangunan masjid terdapat makam
Ummu Haram, bibi Nabi Muhammad saw. Masjid Hala dibangun di masa khalifah
Muawiyah pada tahun 647-649 M. Pemerintah Yunani mengatakan, bar dibangun untuk
wisatawan yang ingin melihat masjid bersejarah.
Sedangkan Islam di Swedia berkembang pesat dan menjadi
agama resmi kedua yang paling banyak penganutnya. Apalagi ketika 2007 silam,
saat kartunis Lars Vilks menghina Nabi Muhammad saw. melalui karya-karyanya.
Justru semakin banyak yang tertarik kepada Islam.
Sementara Islam di Vatikan, menurut Imam Masjid Saudi Syaikh
Muhammad bin Abd Al-Rahman Al-'Arifi, “Kami akan menguasai tanah di Vatikan;
kita akan menguasai Roma dan memperkenalkan Islam di dalamnya. Orang-orang
Kristen yang mengukir salib di dada kaum muslim, mereka akan masuk Islam...
"
Lain
pula halnya dengan Islam di Jepang berkembang karena pesan kedamaian dalam
Islam dekat dengan pesan kedamaian yang dibawa agama Buddha.
Khusus
Eropa tidak diragukan lagi, Islam berkembang sangat cepat. Hal ini disebabkan faktor
imigrasi dan jumlah kelahiran yang membuat peningkatan populasi muslim meningkat
pesat.
Bagaimana
dengan Islam Asia. Di Kota Bangkok-Thailand misalnya, ada masyarakat Muslim
yang bermigrasi dari Patani. Komunitas ini bernama Kaewnimitr yang sehari-hari
menggunakan bahasa Melayu. Mereka berasal dari berbagai tempat dan negara
seperti Kamboja, Brunai, Malaysia, Indonesia, Myanmar, Filipina.
Minoritas
muslim Korea lain lagi ceritanya. Seperti yang diakui Yu Hyun-il, 22, Presiden
Asosiasi Mahasiswa Muslim di Jurusan Hubungan Internasional, Universitas
Hankook Seoul mengatakan, “yang paling berat menjadi seorang Muslim di Korea
adalah masalah makanan. Sangat berat untuk tidak makan daging babi. Kemudian
soal minuman keras. Anda tidak akan pernah bisa berteman tanpa minuman keras.”
Yang paling terasa bagi umat muslim minoritas di seluruh
dunia. Tentunya di saat-saat Ramadhan. Di Finlandia, misalnya kadang-kadang
malamnya lebih panjang 16 jam. Sehingga ibadahnya pun disesuaikan. Dan di zaman
internet inilah tadarrus online dapat diselenggarakan.
Dan banyak lagi gambaran minoritas Islam yang dapat
dijadikan semangat bahwa Islam itu indah, besar, dan tersebar. Sayangnya, pandangan
mereka yang tidak kenal Islam dan hanya tau melalui media massa. Mereka masih
terbelenggu stereotip yang berakar dalam prasangka. Islam dipandang sebagai
"ekstremis", "teroris", atau "fundamental" agama.
Parahnya lagi, media non-muslim kadang menampilkan atau memproduksi realitas
media dan menyajikannya kepada khalayak sisi gelap Islam [orang-penganutnya]
saja. Bukan intisari keselamatan pemeluk Islam, selamat dunia-akhirat.
Sisi lain
Kita
lihatlah Yahudi, mereka aktif mempromosikan keyakinan mereka dengan cara berbagi
pendapat tentang hal sosial kepada masyarakat. Umat Muslim lain, terkadang
sedikit-sedikit mereka mudah marah daripada berpikir mempromosikan Islam.
Jangan sampai nanti, ketika Islam tambah banyak seperti dikatakan baginda Nabi
Muhammad saw., “Akan datang suatu masa, umat Islam bertambah banyak, kondisinya
seperti kepingan-kepingan buih di lautan. Terombang-ambing tanpa tujuan ke
mana-mana.”
Saudaraku,
meyakini Allah dan Nabi Muhammad saw. bukanlah hal yang dapat disejajarkan
dengan kehendak budaya [habit]. Hal itu jauh di atas segalanya. Islam tidak
akan mati di tiang salib karena Allah penjaminnya. Allah menanti kita saudaraku untuk saling
mengenal satu-sama lain. Mantaplah hati, karena jalan kebenaran tidak selamanya
sunyi, selalu ada duri. Insya Allah kita berhasil. Bismillah![]
Comments