Oleh: Setiadi R. Saleh, S.Sos.,
Sabtu 23 Juni 2012, jam 06.30 WIB. Mentari kehidupan menerobos jendela kayu. Sinarnya terasa hangat dan sehat. Kami sekeluarga bangun terlambat. Setelah semalaman menjaga Kidung yang tengah dirundung demam. Lampu teras belum dimatikan. Suara motor [kereta] tetangga sebelah rumah, sebentar-bentar menderu, sesekali gas ditarik keras. Tambah lagi, jika menghidupkan musik keras-keras seakan-akan ia tidak memiliki tetangga. Kasian orang seperti itu, batinnya tidak lagi bisa membedakan mana kebaikan, mana keburukan.

Begitu Mazin bangun, kata-kata pertama yang diucapkan adalah “Pak pulpen di mana?” Sambil menangis. Itu memang kebiasaannya sejak dulu. Pulpen bagi Mazin barangkali sama pentingnya bagi orang dewasa yang bangun tidur langsung melihat ponsel.
Dan mama Mazin seperti pagi yang sudah-sudah adalah yang tersibuk. Menyiapkan sarapan, pakaian sekolah dan memastikan peralatan alat tulis-buku-bacaan sudah lengkap di dalam tas. Kendati hari ini adalah bagi raport, Mazin tetap ingin membawa tas kuning-biru berbentuk kura-kura, lengkap dengan peralatan sekolah.

Kebetulan rumah ibu Ros wali kelas, pas di depan rumah. Jadi, setiap kali ibu Ros berangkat. Mulailah Mazin sibuk hendak buru-buru berangkat juga. Padahal hari itu adalah hari bagi raport yang sudah pasti masuknya lebih lama.
Sesampainya di sekolah...

Seperti yang sudah saya duga. Mazin pasti tidak dapat 10 besar atau mungkin juga 20 besar. Tidak apa pikir saya. Prediksi saya benar, Mazin rangking 17 dari 40 siswa. Kendati demikian, sungguh bagi saya dan tentu saja bagi mamanya juga merupakan sebuah prestasi luar biasa gemilang. Sekolah baru 9 bulan. Usianya baru 5 th 8 bln dan kini naik ke kelas II. Dan Mazin mahir menggambar tanpa belajar. Suatu bakat alami yang dimilikinya sejak kecil.

Kini, orangtua Mazin berusaha mencari beasiswa agar Mazin bisa mengembangkan bakat menggambar. Minimal membelikan Mazin seperangkat laptop beserta printer supaya ia bisa berlatih. Bukankah anak seharusnya berlatih bukan belajar.
Dan waktu rasanya seperti baru kemarin. Padahal sekolah sudah berjalan 9 bulan. Belajar, bermain, dan bercanda bersama teman adalah kegiatan menggembirakan.
Malamnya setelah shalat Maghrib berjamaah di rumah...
Mazin saya suruh untuk berdoa atas hari yang indah ini. Doa Mazin: “Terima kasih Allah, terima kepada guru-guru, Alhamdulillah Mazin naik kelas II. Terima kasih kepada mama yang selalu penuh perhatian menyiapkan sarapan. Terima kasih untuk kepada bapak, terima kasih Kidung, abang sayang Kidung.”[]
Comments