Oleh: Setiadi R. Saleh
Pertanyaan
untuk mengapa orang harus menjadi kaya nyaris hadir setiap saat, setiap detik,
bahkan dalam setiap kesempatan dan percakapan sehari-hari. Tetapi, untuk
menjadi kaya sebagian orang lebih terfokus kepada caranya yakni bagaimana ia
bisa kaya (how to) bukan ada mengapa
ia harus kaya (why). Memang, orang yang ingin kaya karena ia belum pernah
memperoleh kekayaan itu sendiri. Sedangkan, orang kaya tidak terlalu memikirkan
kekayaannya, yang ia pikirkan bagaimana ia hidup tenang lahir-batin. Sebab,
ketenangan dan kenikmatan, kebahagiaan, kesenangan, bukan bersumber dari materi
(benda), tetapi benar-benar bersumber dari hati. Itu sebabnya, dalam rumus
Quantum Ikhlas disebutkan bahwa kebahagiaanlah yang mendatangkan kesuksesan, bukan
kesuksesan yang mendatangkan kebahagiaan. Sederhananya begini, kalau perasaan
Anda selalu diliputi dengan kebahagiaan, kesenangan, kenyamanan, ketenangan.
Mudah bagi Anda untuk mengerjakan apa pun, termasuk mudah untuk menerima
kegagalan. Orang yang gagal lebih dekat kepada kemenangan daripada orang yang
tidak pernah mencoba dan berbuat sesuatu.
Banyak
kiat-kiat menarik untuk menjadi kaya-raya yang sudah diformulasikan dalam
bentuk buku, cakram digital (CD), dan ribuan makalah yang ditulis oleh para ahli
dan para orang kaya yang dulunya miskin bin fakir. Tetapi, seseorang tetap saja
tidak sama. Dibutuhkan keterampilan, pengalaman, pembelajaran dan sederetan
ancaman kegagalan sebelum akhirnya seseorang tersebut benar-benar berhasil.
Mengapa bisa demikian? Banyak jawabannya, tetapi satu hal yang sering
diutarakan manusia sebenarnya disiapkan oleh Tuhan untuk berhasil. Tetapi,
manusia lebih senang dan cenderung kepada sesuatu yang membuat dirinya terlihat
paling menderita dan banyak mengeluh. Contoh: “Wah terang aja si anu hidupnya ditolong oleh keluarga,
sementara saya harus sendirian. Si anu
turunan orang kaya, si anu punya
bakat.” Padahal segala sesuatu tetap harus belajar. Sekalipun di hadapan Anda
tersedia bumbu masak dan bahan yang akan dimasak lengkap beserta resepnya.
Kalau Anda tidak pernah memasak, Anda tetap saja grogi dan kurang yakin, karena belum terbiasa. Menjadi kaya juga
demikian, belajar dan belajar, bukan bekerja dan bekerja.
Agama
menganjurkan cara-cara yang santun untuk menjadi kaya dan harta selalu berada
dalam naungan keberkahan Tuhan di antaranya: bersedekah, jujur, berdoa-bekerja,
dan shalat sunnat Dhuha dan Tahajjud, banyak istighfar, dan bersyukur. Tetapi,
pertanyaannya? Ada orang yang sudah melalukan itu semua dan masih belum kaya.
Mengapa? Coba tanya pada hati Anda, apakah Anda sudah siap menjadi kaya?
Izinkan hati Anda terlebih dahulu baru kemudian merasa mantap dan siap menjadi
kaya, nanti semuanya datang kepada Anda dari pintu yang tidak pernah
diduga-duga. Menjadi kaya tidak buruk, menjadi kaya bukanlah peristiwa besar
tetapi sebuah kewajaran. Anda tinggal memilih dan mengatakan kepada diri: “Aku
siap!”
Comments