RRI Medan, Radio Semua Zaman

RRI Medan, Radio Semua Zaman
Oleh: Setiadi R. Saleh, S.Sos.,

Sejak 17 tahun lalu ketika saya berada di Bandung [1994-2011]. Saya sudah tidak lagi mendengarkan siaran RRI, baik melalui radio digital, manual atau streaming-internet. Saya tau, sekalipun RRI sudah memiliki siaran khusus Pro 2 FM yang digawangi oleh orang-orang muda. RRI saya anggap bagian dari sesuatu yang lampau, dulu, terbelakang dan ketinggalan. Seperti kata pepatah, “Jika kamu membenci dan mencintai sesuatu jangan berlebihan. Sebab, boleh jadi apa yang kamu benci akan kamu cintai dan sebaliknya pun begitu.” Tampaknya tulah [sihir] pepatah tersebut  terkena kepada saya.

Sekembalinya saya ke Medan bersama keluarga, Senin, 3 Oktober 2011. Hari-hari, terutama pada malam hari,  saya lewatkan dengan mendengarkan RRI. Karena apa? Radio-radio anak muda di Medan, gaya penyiarnya berbicara, lagu-lagunya sama seperti di Bandung. Jadi, tidak ada bedanya saya mendengarkan radio di Medan dengan di Bandung. Sementara yang saya cari sesuatu yang khas Medan dan RRI menyajikannya. Klop! Maaf, saya tidak boleh menulis/menyebut Medan dengan daerah. Sebab, Medan itu kota besar, sentral tujuan pendatang di belahan wilayah barat Indonesia dan berskala nasional. Dalam halnya RRI, misalnya: RRI disebut sebagai siaran daerah Medan. Di mata saya, penggolongan penyebutan pusat dan daerah hanya akan membuat kita semakin saling tidak mengenal. Ketahuilah, Indonesia adalah satu. Apa yang terjadi di seluruh [sebagian] Indonesia adalah nasional. Mari robohkan! Dinding-dinding, sekat-sekat pemilahan tersebut.

Terima kasih RRI
Berhubung saya tinggal di Perumahan Perhubungan Indah Blok C-16, Desa Kolam, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang. Akses informasi terbatas sekali. Dan radio adalah pilihan tepat untuk memperoleh informasi. Di tempat saya, tidak ada loper koran dan tidak ada warnet. Mengandalkan koneksi dengan modem sudah pasti lelet. Jika hanya mengandalkan informasi dari stasiun televisi. Isinya dominan berita-berita seputar Pulau Jawa. Guna apa? Bagi saya yang berasal dari Bandung [Pulau Jawa]. Sejak saya masuk kuliah tahun 1994 di Politeknik ITB dan UNISBA tahun 1997 fakultas komunikasi, saya sudah stop menonton televisi. Di kuliah, kami diajarkan bagaimana mengemas [menyunting] pesan sehingga jadi menarik sesuai ideologi medianya masing-masing. Diajarkan pula bagaimana memproduksi realitas. Media massa yang belum akan saya tinggalkan adalah koran, radio, internet. Tidak tau nanti.

Oleh karena itu, ketika berada di Medan, cinta lama saya kepada RRI bersemi lagi. Dari RRI pulalah saya tau di Medan terdapat 21 Kecamatan,  151 Kelurahan serta ada 9 sungai yang mengalir di Kota Medan. Kemudian dari RRI saya menjadi tau, ternyata Kota Medan banyak dikelilingi kota-kota satelit [kota pendukung] yang umumnya berbasis di bidang pertanian. Dan sebuah pembangunan proyek kanal besar sedang berlangsung. Lalu hal lainnya, saya tau ada tempat-tempat wisata kuliner Merdeka Walk, Kuliner Pagaruyung.

Sedikit tentang Pagaruyung...

Tahun 1989, saya sekolah SMP di Khalsa dengan semboyan mottonya “Knowledge is Power”. Zaman itu, sekolah Khalsa Jalan Pagaruyung sangat terkenal. Sebab, mereka yang bersekolah berasal dari beragam etnis seperti Tionghoa, Tamil, India, Sinkh, Sunda, Jawa, Batak, Mandailing, Padang, Melayu, Turunan Eropa warga pribumi tentunya. Jadi, mirip internasional school. Dan memang di sekisaran kampung keling [madras],  jajanan makanannya dari dulu enak-enak dan terjangkau.

Terima kasih RRI, akhir-akhir ini saya suka mendengarkan acara Sabtu dan Minggu, liputan khusus tentang Medan. Morning show, 6.30-8.00, menyambut pagi dengan suasana segar  dan semangat melalui lagu dan informasi. Sesekali menyimak pro momen, rubrik Kesehatan, pro 2 sport, Sabtu ketawa dan yang tidak pernah absen lunch time dan zona musik Medan. RRI adalah radio segala zaman. Semoga 2012, RRI tambah berjaya. Sekali di udara tetap di udara.[]
 

 Penulis berpose di belakang mobil penghubung satelit RRI.


Comments