Bandung Islamic Book Fair 2009 Sepi!

Oleh: Setiadi R. Saleh


Meski di Bandung dalam setahun terselenggara lima sampai enam kali pameran buku,  tampaknya animo masyarakat terhadap buku lesu. Terbukti ketika IBF (Islamic Book Fair) di Landmark Braga, 7 Mei s/d 13 Mei 2009 baru dibuka pengunjung tidak datang berduyun. Berbeda dari pameran-pameran buku sebelumnya. Apakah ini karena beberapa Minggu lalu KGF (Kompas Gramedia Fair)  baru saja selesai pameran di Sabuga, 29 April s/d 3 Mei 2009. Jauh sebelumnya di Istora Bung Karno Senayan, 28 Februari s/d 8 Maret 2009. IBF juga berlangsung dan pengunjungnya membludak. Saat IBF Bandung baru dimulai, IBF Yogya baru selesai diselenggarakan di Gedung Mandala Bhakti Wanitatama,  1 Mei s/d 7 Mei 2009. Tak heran padatnya jadwal IKAPI membuat Ketua Umum IKAPI, Setia Dharma Madjid IKAPI berhalangan hadir di IBF Bandung karena sedang berada di Yogya.

Lalu buah tangan apa yang dapat dibawa dari hasil mengunjungi pameran buku? Sekurang-kurangnya ada 7 hal yang dapat dideteksi:

pertama, tema IBF Bandung kali ini, “Mengkaji Buku Meraih Ilmu.” Menurut Ketua panitia, Ir. H. Sumbodo melalui siaran persnya mengatakan, BIBF 2009 bertujuan mengimplementasikan peranan buku-buku Islam sebagai sumber inspirasi pembaruan di abad kini. Juga menjadi salah satu wahana wisata intelektual bagi para penikmat buku. BIBF memiliki arti khusus di masyarakat industri penerbitan. Terbukti dari 130 stan yang tersedia, semuanya terisi. Kegiatan ini juga dimeriahkan berbagai acara penunjang seperti jumpa publik figur dengan Marrisa Haque, Ustad Arifin Ilham yang didaulat sebagai pemerhati perbukuan, gelar seni budaya keislaman, seminar, dialog interaktif, lomba-lomba, gelar kreativitas, dan lainnya;

kedua, pergi bersama keluarga ke sebuah pameran buku sungguh menyenangkan. Walau berdesakan dan terkadang tidak fokus menginginkan buku jenis apa yang akan dibeli, dan bukan itu intinya. Tetapi, bagaimana berburu buku murah (hemat) yang diminati seperti buku-buku anak yang penuh variasi warna dan gambar-gambar aktratif. Masih ada lagi, di sebuah stan penerbitan, buku-buku agama, psikologi motivasi, dan buku pelajaran bahasa Inggris, Mandarin, India, dan Spanyol bahkan diobral di bawah Rp. 10.000. Sejumlah penerbit berani memberi diskon menggiurkan sampai 70%. Suatu hal yang mustahil apabila kita membelinya dalam harga regular;

ketiga, yang namanya pameran buku tidaklah 100 persen buku melulu. Melainkan tersedia stan ATK (alat tulis kantor), ada juga yang menjual DVD-DVD edukatif untuk anak yang berisikan bagaimana mengajarkan shalat, membaca Alquran, berwudhu, dan kisah-kisah teladan bijak para nabi Allah;

keempat, laiknya pameran yang sudah-sudah, penerbit-penerbit legendaris seperti Pustaka Hidayah, Mizan, IBS, MQS, Qisthi Press, Syamiil yang kini menjadi Arkan Leema masih banyak dikunjungi. Walau industri-industri penerbitan di negara maju mulai tertepikan oleh teknologi digital dan menuju era paperless (tanpa kertas), ternyata industri perbukuan di Indonesia masih bertahan. Bahkan menurut Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. Dalam kondisi krisis seperti sekarang jumlah penerbit malah cenderung bertambah. Tahun 2003 setidaknya hanya ada 50 penerbit yang tercatat sebagai anggora Ikapi, namun saat ini jumlahnya melambung hingga 180 penerbit. “Bukannya menurun, jumlah penerbit malah bertambah. Namun dari 180 penerbit mungkin hanya sekitar 70% yang aktif.”;

kelima, dari sebuah pameran buku kita dapat berkenalan dengan tim marketing sebuah penerbitan. Perkenalan dapat berbuah menjadi rekanan bisnis. Selanjutnya membangun relationship yang berjangka. Sebab, setiap pencinta buku pasti memiliki iktikad mulia ingin membuka toko buku atau perpustakaan gratis untuk memajukan masyarakat buku Indonesia;

keenam, karena telah terbiasa mengunjungi pameran buku. Kita dapat menebak berapa omset IKAPI dalam setiap event. Menurut A. Jadid—seorang penasihat ahli di sebuah penerbitan buku, “Dalam setiap penyelenggaraan pameran, omzet IKAPI bisa dan mungkin saja mencapai 1 milyar lebih.”;

ketujuh, website IKAPI yang kurang diperbaharui, kurang diaktualkan dan kurang diintegrasikan membuat pencinta buku minim akan informasi pameran-pameran buku. Artinya sudah seyogianya pengelola situs IKAPI memerbaharui database. Kemudian website IKAPI terkoneksi dengan situs-situs atau blog-blog penerbitan buku yang menurut Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, jumlah penerbitan yang ada di seluruh Indonesia mulai dari NAD sampai Papua sekitar 700 penerbit;

Meski sepi pengunjung dan belum ada buku-buku hebat. Bagaimanapun juga sebuah pameran buku menyisakan kesan berbeda satu sama lain. Sebab, terkadang kita juga akan menemukan buku-buku unik dan antik di antara buku-buku terkini dengan tema menarik, mutakhir, dan bernilai. Bukankah buku telah membuat kita bersayap dan sanggup terbang bersama cita-cita dan harapan yang baru untuk generasi mendatang. Untuk masyarakat Indonesia yang lebih baik.[]

Comments