Insting Kreatif atau Plagiat Khilaf The Diary of Ma Yan


Oleh: Setiadi R. Saleh

Barangkali hanya Ma Yan—seorang gadis pelajar Cina yang berusia 13 tahun menangis dan berjuang hanya karena ingin memiliki sebuah pena. Ketika Ma Yan kehilangan pena (bolpoin), ia sangat kecewa, haru dan tersedu. Pena baginya memiliki arti yang setara dengan kasih sayang seorang ibu. Lewat goresan pena, ia menuliskan catatan hariannya—yang kemudian hari mengubah dan menggugah begitu banyak simpati dari pembaca di berbagai kalangan. Ketika catatan harian itu ditelusuri. Catatan itu tidak lengkap, karena telah berubah menjadi asap. Ayah Ma Yan bernama Ma Dongji mempunyai kebiasaan buruk merobek kertas halaman demi halaman buku catatan anak-anaknya dan digunakan untuk melinting tembakau kemudian diisapnya. ‘Aku ingin sekolah,’ seru Ma Yan dalam judul suratnya yang ditulis di balik bekas bungkus benih kacang hijau. Surat itu penuh goresan kemarahan, tampak bekas noda air mata di sana-sini. 

Pembaca dapat membaca terjemahan lengkap The Diary of Ma Yan: Catatan Harian Seorang Gadis Pelajar Cina terbitan Q-Press Bandung. Tetapi, harus teliti karena terdapat dua versi Indonesia. 

Belum lama sekitar sebulan silam, Penerbit Bentang Pustaka Jogya menerbitkan buku dengan judul Ma Yan tertulis karangan Sanie B. Kuncoro, jumlah halaman 214, harga Rp 34.500,- dengan nomor ISBN 978-979-1227-50-6. Sebelumnya Agustus 2006 Penerbit Q-Press Bandung telah menerbitkan buku dengan judul The Diary of Ma Yan: Catatan Harian Seorang Gadis Pelajar Cina, nomor ISBN 979-99941-6-0, 372 halaman, harga Rp. 39.000. Buku tersebut tampaknya akan memahat kontroversi jika kedua belah pihak memerkarakannya. Tetapi, jika didiamkan terasa aneh binti ajaib, ada apa?
Sekurang-kurangnya ada dua hal yang dapat dipetakan mengapa buku terbitan Bentang Pustaka dapat menjurus ke arah plagiat dari buku terbitan Q-Press?

Pertama, Penerbit Q-Press terlebih dahulu menerbitkan buku The Diary of Ma Yan.  Di copyright termaktub jelas diterjemahkan dengan izin resmi dari buku The Diary of Ma Yan: The Life of A Chinese Schoolgirl—Transformed, karya Ma Yan, disunting dan diberi pengantar oleh Pierre Haski, terbitan Virago Press, an Imprint of Time Warner Book Group UK, Brettenham House, Lancaster Place, London WC2E 7EN, Great Britain, 2004;

Kedua, buku Ma Yan versi terbitan  Bentang Pustaka mencantumkan nama pengarang Sanie B. Kuncoro, padahal bukan karangan Sanie. Meski pihak penerbit menyebutkan: “Dari bahan tulisan yang berserak dan berita-berita sekitar kehidupan Ma Yan, utamanya buku harian Ma Yan, Sanie B. Kuncoro, novelis dan pemenang beberapa sayembara novel, cerpen, dan novelet, menuliskannya kembali dengan apik dalam bentuk novel dengan penuh perasaan dan meremas emosi.” Tetapi, Pierre Haski (Editor Virago Press) yang menyunting langsung buku The Diary of Ma Yan tidak mencantumkan namanya sebagai penulis-pengarang, tetapi cukup hanya dengan editor. Celakanya, Senin, 09 Februari 2009  melalui acara kickandy di sebuah stasiun televisi buku Ma Yan versi Bentang diperkenalkan dengan nama penulis Sanie B. Kuncoro tanpa menyebut-nyebut bahwa buku ini terilhami dari buku asli.




Apa itu plagiat?
Banyak orang berpikir tentang plagiatisme sebagai aktifitas meminjam ide asli orang lain. Menurut Kamus Merriam-Webster, untuk "menjiplak tulisan" berarti mencuri ide atau kata-kata orang lain dan mengakui sebagai milik sendiri. Plagiat adalah orang yang  mengakui: karya, tulisan, gagasan, temuan orang sebagai hasil sendiri atau menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan berbeda tanpa menyebutkan sumber. Plagiat bisa juga orang yang meringkas dan memparafrasekannya. (Felicia Utorodewo dkk:2007).

Lalu apa hubungannya dengan buku Ma Yan yang ditulis Sanie terbitan Bentang Pustaka Jogya?  Sebab, di sini nyata adanya elemen plagiarisme dalam literatur yang terjadi ketika seseorang mengaku atau memberi kesan bahwa ia adalah penulis asli suatu naskah yang ditulis—disunting orang lain. Pertanyaannya apakah sang penulis menggunakan instingnya untuk mendaur kata (kreatif) atau sang penulis khilaf bahwa ia bukanlah pencipta buku Ma Yan. Entahlah, Indonesia negara permisif—negara yang sedang ‘sakit’ dan ‘terbelah’. Siapa saja seolah boleh mengeterupsi domain publik menjadi milik pribadi begitu pun sebaliknya termasuk dalam hal berkarya.  Ingat pepatah lama, “kita terlahir sebagai pribadi-pribadi yang asli (orisinal) dan kelak akan mati sebagai salinan (kutipan).” []

*.Editor Lepas

Catatan:
1.       Terbitan Q-Press Bandung, The Diary of Ma Yan, ukuran 11x18 cm, 372 hlm, ISBN 979-99941-6-0, Rp. 39.000,-


2.      Terbitan Bentang Pustaka Jogya, Ma Yan, 214 hlm, ISBN 978-979-1227-50-6, Rp 34.500.-



Comments