Nafas Kesabaran

Oleh: Setiadi R. Saleh

P
erlu disadari bahwa pusat edar manusia adalah nafasnya. Nafasnya adalah waktunya. Waktunya adalah umurnya. Umurnya adalah ajalnya, dan ajalnya adalah akhiratnya. Tetapi, manusia dalam keadaan lalai dengan dunianya dan terlena dengan permainannya. Jika engkau melihat ke langit, langit menebarkan udara, jika engkau melihat kepada udara (nafas), engkau akan melihat bahwa Dia-lah yang memutarkan seluruh planet. Jika engkau melihat kepada arah yang lebih tinggi ketimbang langit, engkau buta dari selain-Nya. Tidak ada Tuhan, kecuali Allah Pemilik Arasy yang agung.

Umur adalah kado terbagus dari Allah SWT. Sebab, dalam perjalanan mengisi usia, kita  dihadapkan dengan orang bodoh dan orang sabar. Ibn ‘Abbas pernah berwasiat kepada seorang mujâhid, “Kamu tidak boleh membantah orang yang sabar dan orang yang bodoh, karena orang sabar akan membencimu, sedangkan orang bodoh akan menyakitimu.” Oleh karena itu, ada ulama yang berpendapat bahwa tidak akan ada yang tersisa pada sisa umur seorang hamba, jika memahami inti takdir (ketetapan) dari Allah SWT baik melalui perubahan maupun hikmah.

Orang yang sabar dan kedudukannya laksana posisi kepala terhadap badan. Tubuh tidak mungkin sempurna tanpa kepala. Begitu  pula iman tidak akan sempurna tanpa sabar. Sabar menurut Abû Thâlib al-Makkî (gurunya al-Ghazali) lebih utama dibandingkan kenikmatan, karena dalam sabar terdapat zuhud,  dan takut, keduanya merupakan maqâm  tertinggi; bersyukur atas berbagai hal yang tidak menyenangkan adalah perbuatan utama, karena di dalamnya terdapat ujian dan keridhaan; bersabar ketika ditimpa kesulitan dan kesempitan lebih utama daripada bersyukur ketika memperoleh nikmat dan kelapangan hidup. Sebab, sabar dalam kondisi seperti itu akan lebih memberatkan jiwa; Bersabar waktu sedang kaya dan ketika memperoleh kesempatan untuk  berbuat dosa adalah lebih utama daripada bersyukur atas nikmat. Sebab sabar untuk tidak berbuat maksiat dengan nikmat yang diperolehnya lebih utama daripada taat dengan menggunakan nikmat tersebut.

Pahala kesabaran selalu bersinggungan dengan keikhlasan. Sebab, ikhlas adalah sebentuk kerja batin. Malaikat tidak sanggup mencatat pahala keikhlasan dan setan juga tidak kuasa merasuk ke jiwa manusia. Hanya Allah yang bisa, yang Maha Mengetahui ibadah ikhlas seorang hamba. Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu firman-Nya:

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS Az-Zumar [39]:10)

Harus diingat pula bahwa sesuatu yang dibenci oleh jiwa adalah perkara yang baik dan utama. Jiwa yang tenang adalah anugerah dari Allah dan sabar dengan mengandalkan kekuatan dan pertolongan dari-Nya. Kesabaran semata-mata atas karunia Allah. Allah SWT berfirman:

Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS At-Taubah  [9]: 28).

Comments