Pintalan Rasa Yang Menyesakkan Dada

Jauh

Mata adalah tombak
jiwa adalah kaki
waktu adalah cinta

Amuk angin dan hujan
kau mengerekku begini jauh















Menyadap benih rembulan

menulislah dengan hati terpejam
lentera pulang meraih cahaya
ciptaan Raja Manusia
tidak ada yang bathil semua punya maksud

mana derita mana susah
kucumbui air mata menyadap benih rembulan
menanti mentari
menyanggah angin riuh memerdu

malaikat menaungi para pencari
ayat-ayat terbang tersebar
engkau turuti jejak duka mati roha mati jiwa








Resam-resam

di sini aku adalah cahaya yang menggoda jiwa
di sana kau adalah burung yang mendua sarang
antara kita bersulam penghalang


















Batin

Ketika angin mendesirkan riuhnya ke dahan-dahan yang menguning tua apakah kita yang menuntunnya
ketika butir air mata telah menjelma
menjadi embun-embun
apakah kita yang menyejukkannya
ketika cinta terpahat
kemudian menjadi taman dan bunga-bunga apakah kita yang mengindahkannya
dan ketika derita sendu lara tiada bersisa
apakah kita yang menyekanya

Ketika kita kehabisan kata
kemudian rasa menjadi laut samudera
apakah kau masih bertanya tentang ikan-ikan yang berenang mengejar sinar rembulan?

dan ketika kapal merapat di tepi dermaga
lalu lampu mercu suar berpendar-pendar dan gerimispun jatuh

rindu ini telah mengepak menjadi sepasang sayap
tak inginkah kau terbang jauh bersamaku?
ketika kuingatkan kamu bahwa kita akan berpisah di penghujung bulan
kau tersenyum dan memberiku kado ciuman

aku ingin kita berproses
melumpuhkan gelombang
dan mengarung hidup bersama
tetapi usia muda bagai perompak
mudah berobah mudah koyak











Ingkar

aku tak sanggup melawan kesendirian
kau bercerita tentang raut sajak berisi renungan
dan aku bersyukur tidak menjadi gila dan lupa
suatu kali kau bertanya
apakah uang bisa membalas budi baik seseorang
barangkali ya
kujawab dengan hati bimbang
tunjukan padaku manusia bumi
yang mengingkari makhluk satu itu
walau hanya selembar kertas
berwujud benda mati
hidup orang bisa mati








Jiwa yang patah sambungannya

orang-orang turun ke lembah-lembah
sungai-sungai telah sunyi dari perjamuan
aku sungguh tersiksa oleh rupa keindahan mata

perangkap umur membuatku terdampar 
mencari kesabaran
pelan-pelan kudengar getar gelombang
buih tercampak terbang dan lepas di atas karang
lalu angin datang
hujan tertahan di tangkai dahan

duhai cahaya mata
yang tidak bercerita tentang dulu-dulu kala
di manakah hati hening bersembunyi
hanyut dibawa angin digilas sepi
rasa bergumul dibekuk dan dibekukan
cermin di tepi pembaringan
bagaikan bangkai gagap

dan aku menggarap sepetak sajak
menghimpun halimun melelapkan kabut
Doa

ya Allah yang maha menguasai nadi langit bumi
aku tidak mau hancur remuk oleh pikiranku sendiri
engkaulah petunjuk
engkaulah jawaban
engkaulah segala keindahan

aku yakin keadaan apapun adalah yang terbaik
siapakah diri siapakah jiwa siapakah akal

robahlah batinku ya Allah
agar merdeka dan lapang dada










Keraguan

Duhai kabut yang tersipu malu
pikirkanlah jiwaku
Cambuk api yang menyabung-nyabung
buatlah aku tersenyum
Kitab-kitab cahaya
patahkanlah keraguanku terhadap waktu
Lumut-lumut terapung
Dan katak-katak berjalan di daun tergenang
Dan bulan-bulan tenggelam
Berdengking mendengking











Kubertanya pada penunggu perigi

maghrib ditepis camar
di tepi laut sunyi
terbang kupu-kupu sayap pelangi
air dan batu rebahi rumput berlumut
kukenang ciuman di tepi tebing
nyanyi illahi hadir di semak berbukit
lalu rajawali pemangsa keluar dari buih air
aku bertanya pada peri penunggu perigi
akankah aku hidup esok hari













Riwayat berkas kerjapan lilin sebatang pilu

Aku menulis syair
dalam raungan gelombang cahaya lilin
membukukan perasaan
menerima jiwa yang mulai sakit disantap gelap

kado ciuman berupa seperangkat bibir lunak
campur liur berlendir berwarna bening
kuawetkan dalam mata api
bekas patahan lilin merah










Taman-taman rupa

Tamanku rimbun rindang dan teduh
benih tumbuh di belukar 
ulat kayu bertengger dekat burung hantu
cuaca rembang petang-petang

Duhai rupa
aku risau
badai datang tak seperti mata pisau
teramat sayup bagai air diterpa angin

Diriku laksana seorang rahib
meniup seruling
di tapal bukit gurun kering
menunggu malam dilipat ke dalam pekat
hingga panggung alam raya gelap
sepuhan jingga dan angin telah bisu
desirnya bagai kematian
yang lindap dalam kedap



Biarlah rasa sayang bermukim di tepi telaga
bersama rindu dan redup air mata

Duhai lampu-lampu taman
renun-renungan
lukai mata hatiku
dengan cinta yang mencoret akal


















Djuriah

Duhai Bunda Djuriah
Engkaulah yang menempa cempaka bunga
di hutan senyap


















Doa bulan kepada raja maut

Di kampung kami
bulan bulat sepenuh badan
dinanti orang
malam begini buta
mendung datang membawa bayang

doa bulan kepada raja maut
kuasai diri
sekali ajal menepi
pantang hidup sampai di sini










Diri

Jika kepergianku membuat kau setenang bayang
Biarlah aku pergi membawa sunyi hati dan pertanyaan diri

















Pintalan rasa
(Ultah XXI)

bisikan malam membuatku goyah
tiga kurun di negeri orang
bertahan bimbang
mengasah mimpi

aku kalut batin terlunta
kuliah hancur

kepedulian siapa melihat hati tersiksa
dan kukira tidak perlu puluhan tahun untuk menjadi bahagia










Jodoh, rezeki, dan hidup mati

irama keraguan datang bersama keyakinan
ceruk nujuman membawaku pulang menuju suatu tempat dimana diam adalah bercerita
dan rezeki mengalir bagai air mengikis pasir
hidup mati dan peruntungan diri menghidupi renungan

dan aku sangat terbakar
waktu kau tepis rambutku
kemudian kau lepaskan pelukanku
dan kau katakan kita belum jodoh









Serpihan embun rubuh di daun

Hujan meninggalkan kemelut

bayang-bayang kematian membuatku tenang

aku tidak mau mati seperti serpihan embun
ditumpas angin
pilu
merambat

Mati muda apalah artinya
sekejap
mungkin tak berjarak











Sungai sebatang kara

Terang cuaca
langit kudus bergolak
dari pinggir turbin sunyi menerkam

Sebatang kara aku di negeri orang
hari-hari terasa meletup
apa yang kubawa dari negeri nun jauh
di tapuk Sumatera
laksana sungai yang menggenangi pelepah dan ganggang
berisi cita dan kekuatan

Kutanya kepada gunung yang binasa
dikikis angin dan manusia
tenanglah wahai jiwa
aku begini karena kenangan
di tepi jurang dekat hutan
lereng curam adalah rumah kesayangan



Waktu aku menjadi sungai sebatang kara
tiap benak boleh berkayuh biduk
sampai ke hulu sampai induk muara

Kenangan kecil dibawa tua
kenangan hidup entah kemana


















Pukau

Aku bertanya
Adakah yang lebih memikat selain laut
Apakah yang sangat memukau selain laut
Barangkali aku limbung terantuk dinding
Membilang sajak laut laksana patah aku punya lidah















Pikiran gugur bunga

Aku melakukan dosa
dengan memejamkan mata
di kurun pertama ketika gugur bunga
ya penguasa jiwa
apalah artinya kepiluan
ini hidup sudah berkalang kabut
isi hati penuh paku

derita-derita dan ratap keluhan adalah bohong
jangan gentar sayang
waktu dan semua peristiswa adalah milik kita
aku menjaga pendirian 
kepadaku telah sampai yang namanya cinta







Rindu penghibur

Tiga pucuk surat dalam satu amplop
kuterima di rembang petang
rindu mengenang dipapas lekang
masa lampau lepas tiada ingat
duhai keluarga
di negeri orang
udara dingin bagai seruling kematian

Kekasih baru
aku menunggu kamu
di mulut jalan
merasakan rindu menerkam binal
sepasang mata berkulit minyak mengawasi kita
kubisikan kekuatan
tinggalkan cinta dan tangis bertudung duka
duka jangan dirasa
nanti kecewa





Ini sajak rindu yang bertanam
mengisi usia

Jalani hidup
pintal rasa
jangan gentar atau lari dari kenyataan
apa yang kau tinggalkan akan ada gantinya















Aku terkurung

Pelukan puisi malam yang murung
bir dan larutan penyegar kaki tiga
satu reguk dalam hentakan nafas
aku sariawan
amarah menerkam
gitar tak bersenar lesu bersandar
sunyi memertik

Harapan
aku terlunta
anjing-anjing kelaparan
lonte-lonte berkeliaran
menanti tamu membawa kejutan
aku yang terkurung di dalam kamar
hanya sanggup menatap gadis Priangan
hai bidadari malam
aku terkulai
birahi merayap menjalari diri
membuatku melayang
diterpa gelombang

Cika-cika

Di kamar kos yang berjumlah tiga
Kawan lama dan kawan baru berkumpul
Bercerita kemenangan memikat gadis setempat

Aku seperti biasa
Membaca sajak berkawal lamunan
Rasa di jiwa rasa di badan
Hanyut dimana berlabuh dimana
Belakangan ini aku kehilangan diri
Untunglah cika-cika terbang
membawa cahaya kemana-mana
Aku diingatkan
Hidup musti jadi orang besar
membawa pengaruh besar








Sipil-sipil itu

Demokrasi yang kubaca
adalah demokrasi kelas teri
Undang-undang bagai tulang belulang
Sipil-sipil itu orang ternoda
Bisa apa mereka
begitu yang kudengar dari bisik-busuk

Aku merasa dibuang dari budaya
Orang-orang membuat pagar api
Sipil dan bukan
Mereka lupa manusia memiliki belantara jiwa
Apalah artinya menjadi sipil dan bukan
Kalau tidak memiliki perasaan kemanusiaan








Aku hanya

Jejak gerimis gugur dalam kelopak awan
Hawa panas terbang di sela perdu
Jelita kaki kepodang
Aku hanya ingin belajar mengarang sajak
Tetapi yang lahir cuap-cuapan
Semacam curah-curahan 
Aku hanya ingin meletuskan gagasan
Menulis sajak  percik permenungan

Landai …..
Diri oh diri










Sohib


Pagi di bulan Rajab yang dingin
Aku pergi merantau
Meninggalkan muara

Sohib-sohib betapa kurindu pulang
Surat-surat rindu bagai gugatan yang dalam
Keperihan yang menguak
Tersimpan dan terasa pilu
Semua sudah kutulis
Mamaku sayang
seandainya kau tahu anakmu ini
Tenggen di tepi kasur busa
Bersama bir dan rokok
Pastilah kau kecewa
Tapi aku yakin ini tak lama
Aku juga bosan dengan sesuatu
yang memabukkan

Sohibku sayang duniaku bukan kenangan lagi
Melainkan sejarah menuju orang besar
Kadang perasaanku ingin secepat-cepatnya pulang
Membawa ilmu dan ketenangan
Berdebat dengan malaikat
Di kala malam pekat
Karam dan kelam
Bangkit dan kandas
Berulang-ulang kutantang-tantang
















Topeng kayu

Di atas dinding yang cahayanya dilapisi lampu temaram
Aku mereguk bir kesayangan
Heineken dan Carlsberg

Topeng kayu bagai wajah jiwa
Muak
Induk gelisah dimulai darimana?














Rumah Batu

Di tepi dangau
Air menggenang tenang
Angsa-angsa berleher panjang
Berenang ke tengah lalu kembali ke tepi
Berulang-ulang tiada lelah tiada henti
Aku yang merasa sepi mendaki hati
tak tahu kemana menemukan arti nurani

Rumah batu rumah setengah jadi
Tempat kami menginap dan melangkah lagi











Makhluk pendosa

Izinkanlah makhluk pendosa ini
melantunkan sajak balada orang terbuang
yang nyanyiannya adalah ratapan
yang peluhnya adalah kesenian

aku makhluk pendosa
mati dan hidup perkara sederhana
tetapi isi dari kesederhanaan itu
tidak bisa disederhanakan

aku mahkluk pendosa
kurindukan cinta berprosa







Pembatas buku

Aku melihat kata-kata laksana deretan buku
di dalam buku ada kamu
kurasa mencintai seseorang
sama berbahayanya dengan mencintai buku

Kalau suatu hari aku ditanya
bung apa yang membuatmu bergairah
kujawab
buku yang membawaku menuntaskan hayat
hingga sayat maut menerpa
kumohon jangan mengeluh
kita hanyalah pembatas buku









Gelap

Keluarkan aku dari kegelapan
batin menghimpit
raungan badan tenggelam
aku lelah dengan ketidakpastian
di sini menunggu sendiri

Guna apa menangisi diri
aku akan pergi menuju musim semi
gelap mencengkramku dari timur
aku dibius kesunyian
menikmati sepi

Siapa melukis ruhani
aku tidak ingin mengikat hujan
gelap bagai air mata dan kelelawar
sudah itu malu 
cerita diri tergusur
semua terasa menjemukan



Nubuat

Malam ini ada banyak jiwa merana
berbagi renungan
lamunan berterbangan

Lagu malam hari adalah lagu bulan
Kekasih hati adalah maut

Aku bertanya tentang diri
kemana akan kukerahkan diri

Nubuat ini mungkin keluh-kesah belaka
tetapi aku tidak mau menyerah
cita-cita telah berjumpa









The sorrow

butterfly cross to sky
singing my dreams
roses and dew morning
soul in my heart of hearts
not for to be human being
still searching founding but i frazzle
life time is over

god is some one over there
envisage my imagination
life not for here
i would cry but tears dry
hearing about child, musique, romans, poem
sunlight from the darkness

they things i am snake not dangerous
walk to creep and nothing
i am dragon with fire passionate

let me river rove of sorrow
inclusive aorta adagio
alone a gain and a gain
here in my wave silent
open your mind dont wait me
this is simple back to life



















Remembering of silent

love is light candle
and silent is wings
fly
black for shadow
red from heart
tears from the darks














Rahasia Perjumpaan
(Renungan Akhir Tahun 1997)

Tuhan aku yang berdoa
turut membasahi hati mereka
yang kecewa dalam pergumulan
yang terbuang dari kehidupan
apapun yang kuterima adalah cinta
apapun yang kujawab adalah derita

Para rahib mengatakan
cinta terbuat dari seroja bunga dan kebencian tercipta dari resapan keringat unta
di ketenangan bayangan kalbu aku bersimpuh mencari puing dan pengasingan
apa yang kupikirkan tidak lagi sama
hidupkanlah rasaku ya Allah
semua ini datang atas kehendak-Mu
bebaskanlah jiwa yang luas
merdekanlah pikiran yang dalam
kejadian demi kejadian meninggalkan perasaan



mengapa kematian begitu terasa menggembirakan
oh…jiwa yang bertamasya
kemana riang dan duka akan berhenti

adakah yang hilang pada lajur usia


Aku merasakan sesuatu
perasaan yang ranum
di sorga
cinta bukan cerita

Tuhan aku yang berdoa
hentikanlah  kebiasaan
menenggak minuman berenergi batu aki
dan aku percaya kelemahanku sebagai manusia
bukan untuk menjadi lemah

Tuhan aku yang memohon pinta
moga di masa muka
ada kebahagiaan dan ketenangan



Idam-Idaman


Semua sajak diletupkan sepanjang kurun seribu sembilan ratus sembilan puluh tujuh masehi. Tanggal dan tempat tiada berselang. Lekang. Pabila ada gubahan kata menikam rentan memperlambat laju makna. Maafkanlah barang sekejap. Dan perkenankan hamba yang hina ini memintal rasa.





Setiadi R. Saleh


                                    




Formula

Jauh
Menyadap benih rembulan
Resam-resam
Batin
Ingkar
Jiwa yang patah sambungannya
Buatlah
Doa
Kubertanya pada penunggu perigi
Riwayat berkas kerjapan lilin sebatang pilu
Taman-taman rupa
Djuriah
Doa bulan kepada raja maut
Diri
Pintalan rasa (Ultah XXI)
Jodoh, rezeki, dan hidup mati
Serpihan embun rubuh di daun
Sungai sebatang kara
Pukau
Pikiran gugur bunga
Rindu penghibur
Aku terkurung
Cika-cika
 Sipil-sipil itu
Aku hanya

Sohib

Topeng kayu
Rumah Batu
Makhluk pendosa
Pembatas buku
Gelap
Nubuat
Rahasia Perjumpaan
The river of sorrow
Remembering of silent
Regardez moi







Oval: “PINTALAN RASA”
 SETIADI R. SALEH
PERMENUNGAN 1997
Produksi: CAUSA PRIMA


 










                     

Comments