Senandung

Oleh: Setiadi R. Saleh

Aku naik ke atas beranda loteng yang baru dibangun
Matahari timur tak terasa berada di paruh terakhir dari singsingan fajar menuju benderang
Dan burung-burung bercerita
Menggapai dan menoreh kisah
Sunyi semata yang menumpas
Kemudian desau angin menyerbu menggetarkan

Dari atas tempatku berpijak
Pemandangan rumah-rumah bertumpu merayapi bukit dan bertebaran seperti tak sabar menyantap tanah permukaan bumi semacam menderita rakus dan gelisah
Terlalu sulit menulis sajak dalam keadaan gembira
Karena kesedihan ternyata lebih punya kata dan nyawa
Kemudian aku tuntun batinku berjalan merambah susukan bahu jalan
Hingga cahaya mega-mega memerah jingga
Dan maghrib menyurut bersamaan dengan terkurungnya matahari di persada barat

Kemudian malam lebaran sampai sudah
Tiada bintang-bintang yang dipuja di angkasa raya
Meski gulita malam turun merebah
Dan suara takbir bersabung-sabung di udara
Dan suara tahmid tenggelam dalam kekosongan sukma
Tetapi arus perasaan menjulang bagai dirampas gelombang gelora
Dan kemudian suara takbir dan tahmid masih terus menjurus
Menjalari nurani seperti ratap senandung atas kemenangan perjuangan puasa

O Tuhan yang punya Kemerdekaan
Maha tahu dan memahami lajur dari jalur terkecil kehidupan
Risqi pertemuan dan hidup mati manusia
Berilah aku kecerdasan mengendalikan kemauanku
Agar segala arungan yang menaup
Tenang dan bermakna di tanganku
Engkaulah jiwa
Dari kekalahan raga
Melanglang bertukar jalan
Dari muka
Dari belakang
Dari atap naungan yang mencurahkan cinta kasih

Di tubuh yang berpeluh
Aku curiga
Kau menuduhku
Berbuat macam-macam
Dan kesalahan
Dan kebenaran
Dan kelemahan
Dan keberanian bukanlah yang utama
Melewati ikrar janji itu yang utama
Bukan mengingkarinya

Wahai pena yang dirajam prasangka
Mengganggu waktu permenungan
Buah hati pilihan pujaan bersamaku
Mestinya dapat kubuat sajak ucapan lahir dan bathin untuknya seorang
Tetapi aku gagal menertibkan kemarahanku
Bukan padamu kasihku idaman kalbu
Aku marah atas diriku sendiri
Yang tak punya kesiapan dalam menerima kalam Tuhan

Dan apabila idul fitri tiba
Esok pagi yang cerah
Akankah aku menangis mengenang segala bercak noda nista
Mengenang ayah bunda jauh dalam rangkulan
Mengenang adik-adik jauh dalam permohonan maaf
Dan mengenang syair puitis dari berbagai romantika perjalanan laut darat dan udara
Tidak …
Kataku tidak akan aku menangis
Tangisku jauh hari sebelum masa idul fitri tiba

Syukurlah kekasihku seorang meneduhkanku
Ucapan maaf yang terekam baik-baik dalam dinding kalbu
Menjadi niat mulia membahagiakanmu
Dan kebahagiaan itu datangnya berangsur-angsur
Tuhan yang Maha Akbar mohon pintaskan ratapan ia atas ratapanku
Ia kekasih yang selama ini bermukim rapat di hati
Maha Suci dirimu ya Allah yang menguasai syair-syair bersayap
Dan mematahkan para pujangga
Engkau yang punya Kerajaan Makna
Dan senandungku ini lebih mirip daftar hutang tebusan nyawa
Dendang atas kelahiran diri tersenyum berseri
Bergemalah wahai para penyair
Temukan kebenaran seperti kata petuah bijak
Bukan kebenaran yang dikamuskan seperti kataku
Dan suara doa dari mimbar merenggut salinan sajakku


Ciheulang Baru, 30 Ramadhan 1422 H


Comments