Silaturahim: Saya, Lentera Timur, dan Harian Waspada

 
Oleh: Setiadi R. Saleh, S.Sos.,

 
M
edan setelah 17 tahun saya tinggalkan [1994-2011]. Saya berharap dari Bandung ke Medan dapat bekerja di Harian Umum Waspada, bukan karena gaji melainkan lebih kepada sejarah. Koran Waspada adalah koran yang dibaca orangtua saya ketika saya masih kecil. Dan ketika saya memiliki anak kecil, anak saya pun ikut membaca. Jadi, koran ini adalah koran keluarga, usianya baru 65 tahun. Waspada didirikan oleh Prabudi Said, Ida Tumengkol, Harry Tumengkol, dan Bima Prameswara Said.

Di suatu malam, kira-kira pukul 17.49 BBWI, saat sedang asyik-mashyuk menulis artikel untuk situs progressif www.lenteratimur.com. Redaksi koran Waspada menelepon saya agar besok siang hadir menghadap sekretaris redaksi untuk bersilaturahim. Saya kaget, terkejut, seolah-olah Semesta tau apa yang sedang saya mau. Saya tidak melamar Waspada, melainkan mengirim sepucuk surel [surat elektronik] agar dapat dipertemukan dengan redaksi. Lantaran itulah, tanpa pikir panjang, saya langsung menyanggupi untuk bertemu.

Esoknya...

Dari rumah tadinya saya akan berdandan rapi. Dan saya sadar itu tidak bisa saya lakukan: pertama, karena cuaca di Medan panas; kedua, saya naik kendaraan umum. Akhirnya saya memilih mengenakan kaos dan celana jeans, sepatu, serta menenteng tas kecil yang  berisi notes untuk mencatat apa pun yang bisa saya catat. Di Medan, setiap kemana-mana, karena terlalu sering keringatan dan kegerahan, saya pasti membawa tisu atau saputangan dan kaos cadangan untuk ganti pakai.

Sesampainya di Kantor Waspada di Jalan Bridgen Katamso Medan. Suasana masih sepi. Jam istirahat belum berakhir, masih sekitar pukul 12.37 BBWI. Saya tidak langsung bertamu masuk kantor Waspada melainkan mengamati keadaan sekitar dulu. Saya  membeli air mineral, yang ketika saya perhatikan tidak berlabel SNI dengan mengucap, “Bismillah.” Saya reguk AMDK [air minum dalam kemasan] tersebut. Rasanya lumayan.

Mata saya terus meneropong apa saja yang dapat saya amati. Di sebelah kantor Waspada terdapat kantor Harian Berita Sore, koran ini adalah mitranya Waspada. Berita sore memiliki semboyan, “semua berita laik online.”

Dan waktu Zuhur sudah berlalu...

Saya sempatkan shalat di Ruang Doa Koran Waspada di Lt 1, tempatnya bersih. Kemudian, saya melapor ke Satpam dengan maksud ingin bertamu. Satpam acuh saja dan hanya mengatakan, “silakan naik saja ke Lt 4.” Seumur-umur baru kali ini saya tidak ditanya tanda pengenal. Pengalaman saya berkunjung ke sejumlah media di Jakarta dan Bandung, tanda pengenal wajib ditinggal, dan diberi tanda pengenal internal perusahaan.

Satu persatu anak tangga saya naiki. Kesan saya yang pertama adalah kantor Waspada terlalu kecil untuk koran sebesar Waspada. Sampai di Lt 4 saya menunggu di sebuah bangku panjang. Kemudian datanglah dua anak muda berpakaian rapi. Mereka duduk di sebelah saya. Pembicaraan singkat terjadi. Mereka melamar kerja di divisi IT maintenance website Waspada.

Singkat kata...

Saya dijamu oleh sekretaris redaksi Waspada. Ia berjilbab dan berbahasa santun. Pembicaraan terjadi, saling menyambung dan menerima ide. Mula-mula, ia bertanya, saya kerja di mana, saya jawab, “pekerjaan saya penulis dan saat ini saya menulis untuk lenteratimur.com.” “Apa itu lenteratimur,” tanyanya. Saya jawab singkat, “Ibarat gunung api. Situs online lenteratimur, siaga 1 mewartakan Indonesia, budaya, sejarah, kedaulatan, dan seterusnya. Siapa pun yang bergabung dengan lenteratimur akan bangga. Mudah-mudahan bisa amanah.” Saya lanjutkan lagi, “Bagaimana dengan Waspada yang disebut koran bersejarah. Transformasi untuk generasi muda harus terjadi. Kekinian perlu diakomodir. Waspada Online setidaknya merengkuh banyak hal terutama soal SUMUT dan Aceh. Saya kecewa dengan Waspada. Karena, ketika saya di Bandung membaca Waspada, porsi berita SUMUT dan Aceh sedikit sekali, lebih banyak berita remeh-temeh, dan liputan peristiwa yang ada di Pulau Jawa, yang dianggap itu berita nasional. Guna apa? Bagi saya yang saat itu berada di Bandung, sementara di mata saya, jika saya ingin mengetahui SUMUT, saya baca Waspada. Apa yang terjadi di Medan itu juga berita nasional, begitu pun di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bima, Banda Neira, bahkan di Pulau tak bernama sekalipun. Kita harus patahkan dan robohkan dinding-dinding paradigma nasional-daerah, Jawa-non Jawa. Indonesia satu, menjadi satu dan dijadikan satu. Berbeda, serupa, sebangun, dan setiap individu/masyarakat berhak tumbuh dan berkembang. Kita berbeda untuk saling mengenal. Bagaimana bisa? Harus bisa!”

Sekretaris redaksi Waspada, mengangguk dalam dan barangkali terkesima. Saya pun cepat-cepat menghentikan ucapan saya. Sebab, saya paham, saya bukan sedang berhadapan dengan RI 1. Sekretaris redaksi berkata pelan, “Baik pak, terima kasih atas sarannya. Nanti akan kami sampaikan ke pimpinan. Kapan-kapan pasti akan kami undang lagi sebagai pembicara.” Saya tersenyum dan tidak lama kemudian saya mohon pamit.

Saya ingin tau apa kata sejumlah tokoh tentang Waspada. Berikut ini perkataan yang dikutip dari situs Waspada Online:

·         "Waspada Online memberi peluang yang besar untuk mempromosikan Provinsi Sumatera Utara, karena informasi publik semakin membumi. Waspada Online merupakan barometer dimana kegiatannya mendorong pengembangan pemintaran internet masyarakat Sumatera Utara."---Syamsul Arifin, mantan Gubernur Sumut.

·         "Tentu peran media adalah untuk mencerdaskan dan memajukan intelektualitas bangsa. Tapi yang paling penting, selain pemberitaan yang akurat dan berimbang, media harus menjalankan misi yang jelas dan tepat sasaran. Itu bisa didapatkan dari Waspada Online. Saya yakin Waspada Online akan konsisten memegang misi itu."---Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden RI.

·         "Keberadaannya menjembatani kesenjangan pemikiran dan akses informasi antara pusat dan daerah. Mengikuti secara dekat, aktualitas berita dan permasalahan lokal tanpa mereduksi fokus/atensi pada isu nasional atau bangsa, untuk kepentingan yang lebih luas. Waspada Online membuktikan, bahwa eksistensinya berdiri tegak diantara portofolio unggulan nasional, karena suara dan sikap progresif mereka yang secara konsisten menjadi representasi. Kaum muda yang kini memegang kendali Waspada Online, akan menjadi contoh bagi instansi media lainnya bila ingin menjadi bagian daripada kemajuan global industri media."---Meutya Hafid, Praktisi Media.

·         "Tidak jarang publik menuntut media untuk mendiseminasi informasi secara berimbang sekaligus berperan penting dalam mengedepankan kepentingan publik. Praktik paling elementer itu menjadi imperatif bagi praktisi media yang pantas mendapatkan respek dari kalangan penguasa dan pejabat, terpenting dan terutama dari publik. Generasi muda di Indonesia pada era jurnalisme modern akan membuktikan kepantasannya, melalui eksistensi Waspada Online."---Avian E. Tumengkol, Pemimpin Redaksi Waspada Online.

Silaturahim ke Waspada kali ini, saya pakai juga untuk mengenalkan situs lenteratimur.com. Dan saya tutup perjumpaan dengan kata-kata, “Mohon rubrik nasional dan nusantara di waspada online dibuat lebih bagus dan hati-hati menggunakan istilah nusantara. Sebab, sebenarya kita pun sudah tidak tau lagi, apakah kita ini masih NKRI atau sedang menuju ke federasi.[]


 

Comments