Mencari Dasar untuk Filsafat Kemanusiaan Universal

Oleh: Setiadi R. Saleh, S.Sos.,
Manusia adalah cakrawala yang membahana. Tidak akan habis dikupas dan dibahas. Ilmu-ilmu yang mempelajari kemanusiaan memiliki mazhab atau ciri yang dapat dibagi dalam partikel-partikel kritis dan bersumber dari kebenaran yang terinstitusikan. Karena itu rincian tentang pengetahuan manusia tentu saja tersusun atas izin pikiran, minat dan kondisi psikososial individu dan masyarakat.

Realitasnya ide-ide yang dipercaya dan diyakini individu selalu berseberangan atau menjadi mentah di masyarakat. Saat ini, entah apa atau siapa yang disebut masyarakat. Segalanya telah cair, lebur dan larut. Masyarakat menjadi individu-individu. Secara maknawi masyarakat dan individu memiliki akar terminologi berbeda. Namun, secara alamiah bersumber dari proses yang sama—yang satu yakni kesadaran yang berubah menjadi kepentingan.

Lalu dasar atau konstruksi dari struktur-struktur kemanusiaan itu apa? Mengingat Human Sciences hanya menempatkan manusia dalam kerangkeng jeruji-jeruji teori. Manusia makhluk ekonomi, makhluk politik dan manusia juga boneka dari pikirannya. Di mana budaya? Agama dan budaya sekali lagi menjadi laun yang melambat alias berakhir di ideologi tradisi. Ini gila. Mana bisa, masa lalu ditebus dengan kini di sini, sekarang ini—ibaratnya there’s water under the bridge.

Teramat sukar bagi badan-badan sosial, bahkan Negara sekalipun membuat klasifikasi kebutuhan yang benar-benar universal. Pertanyaannya, apakah kebutuhan itu hanya materi atau sesuatu yang lebih hakiki, lebih tinggi. Barangkali sejak Monstesquie dan Voltaire sekalipun tidak mampu menjawab pokok-pokok uraian kemanusiaan. Kita tahu, para filsuf pernah frustrasi mencari hierarki yang dapat mendukung integrasi sebuah zaman dengan masyarakatnya. Itu sebabnya peristiwa sosial hanya tinggal memori. Tidak akan diingat bila tidak diingatkan.

Dasar Filsafat Kemanusiaan
Masyarakat adalah pluralitas yang terbentuk berdasarkan deviasi keinginan. Pandangan yang mengatakan bahwa manusia sanggup hidup sendiri, jelas-jelas keliru. Tidak ada satu pun makhluk di langit dan di bumi yang tidak bersinggungan dengan yang lain. Bahkan Tuhan juga tidak ingin sendirian dan kesepian. Dia menciptakan alam semesta dan seluruh isinya sebagai tanda kebesaran dan kesempurnaan-Nya. Kepedulian merupakan dasar untuk kemanusiaan. Kebersamaan bersama jangan sekadar ucapan yang dilapisi variabel janji. Karena itu akan merusak dasar yang lain yakni cinta. Cinta seperti air, tidak dapat dihancurkan. Tetapi, air bisa dikendalikan. Cinta itu fitrah akan senantiasa ada selama manusia ada. Cinta akan pupus atau kalah oleh prasangka. Dari prasangka lenyaplah seluruh tatanan kehidupan. Kata Budha, “Kehidupan akan lenyap apabila tidak menyelamatkan yang hidup. Kehidupan juga akan lenyap apabila menyelamatkan yang hidup dengan yang hidup.”


Comments