Kerjaku adalah Karya, Karyaku adalah Kerja!

Dok. Pribadi BDG 2000 Kamar Kost

Oleh: Setiadi Rachmat Saleh


Setiap kali saya diwawancara oleh mahasiswa/media/wartawan dan siapa pun yang ingin mengetahui kiprah sejati seorang pengarang itu hidupnya seperti apa dan bagaimana? Saya terpaksa mengulang-ulang hal yang sama. Melelahkan  juga terutama untuk wawancara tertulis via email.

Karena itulah untuk mempermudah kolega sekalian mengetahui seperti apa dan bagaimana seorang saya tersebut. Silakan baca hasil permenungan saya dalam berkarya. Sengaja saya susun dalam bentuk wawancara agar kolega sekalian dapat menemukan gambaran utuh seputar riwayat hidup seorang Setiadi R. Saleh. Jadi, teman-teman yang akan bertanya-mewancara tidak mengulangi pertanyaan yang sama.


Deskripsi interviu batiniah:

Bagaimana proses kreatif imajinatif terjadinya Novel?
Bagi saya pribadi, novel terjadi karena sunatullah, sudah hukum alam. Orang yang suka membaca, apa pun yang dibacanya pasti ingin bercerita kembali melalui tulisannya. Sastrawan melukis dengan bahasa. Lagipula seseorang menulis novel mau tidak mau berpangkal hulu dari pengalaman batin individu kemudian diramu dengan berbagai sumber kisah dan peristiwa sejarah hidup manusia. Dimensi temanya bisa berangkat dari apa saja. Kehebatan sebuah novel sanggup membekukan rentang ruang waktu. Seolah-olah kita masuk ke adegan mutiara segala cerita dalam suatu waktu pada novel tersebut. Ada juga yang menulis novel dengan memperalat bahasa sehingga menjadikannya sedemikian sophisticated. Saya termasuk kaum yang mengendarai bahasa sebagai metabolisme, menjadi gerak, menjadi dentum, menjadi catatan, menjadi mata, menjadi desau yang samar sayup. Saya percaya, kata-kata mampu menikam jantung.

Hal yang melatarbelakangi kelahirannya?
Ya bisa dari macam-macam. Misalkan dari cinta. Untuk menjelaskan cinta, lidah akan terikat dan pena akan patah. Saya berpikir, perjuangan hidup manusia melawan kesulitan sedemikian hebat. Dari dahulu kala sampai kini, manusia diterpa gelisah, gampang goyah, entah apa yang dicari. Apalagi di zaman kiwari, hal materi tidak memuaskan yang spiritual begitu juga. Latar kelahiran novel guna mengupas apa yang tenggelam dan apa yang tergenggam, cermin imaji masyarakat yang hidup pada suatu zaman atau proyeksi si pengarang mengenai kehidupan. Saya kadang merasa berdosa kalau tidak bisa berbuat sesuatu yang bermutu. Bukankah upah dosa adalah maut. Ibarat cahaya segala perumpamaan jangan seperti kodok dalam batok. Karena sesungguhnya seorang sastrawan ludahnya saja mengandung api, apalagi lidahnya, apalagi liurnya.

Ada semacam upacara khusus sebelum melahirkan karya?
Tidak!

Apakah belajar teori sastra khusus?
Tidak!

Buku sastra yang pertama kali dibaca?
Kalau buku roman yang pertama kali dibaca, strasse ohne ende versi Indonesia karya almarhum Mochtar Lubis. Itu waktu SD kelas VI. Meski tidak mahfum tetap dibaca.

Bagaimana cara menumbuhkan ide?
Kodrat manusia adalah pemintal makna. Gagasan itu seperti api, mudah menyala dan terbakar, gampang redam, redup padam. Ide seperti burung yang menyebrangi angkasa. Like a bird, cross to sky. Dan saya selalu berpikir, ide bagaikan bintang-bintang yang melesat menggempur jubah setan. Bintang adalah perhiasan langit sekaligus petunjuk jalan bagi mereka yang berlayar di lautan. Ide bisa terbit dari apa saja. Jadi, secara alami ide sudah tumbuh sendiri dalam diri. Akal musti sering difungsikan sebagai alat berpikir jangan untuk mengakal-ngakali. Ada rumusnya, ilmu yang paling berguna adalah ilmu guna-guna alias gunakan akal.

Bagaimana caranya membangkitkan mood, ketika tidak ada gairah menulis?
Otak seperti cerobong asap, terlalu banyak informasi yang mengepul, sedangkan hati mempunyai akalnya sendiri yang tidak dimengerti oleh akal. Kata seorang filsuf, kalau salju sudah turun, sudah saatnya kita berfilsafat. Dalam membangkitkan mood biasanya meditasi dan rileks ala kadarnya. Kadang-kadang tetap tidak bisa. Makanya sering menanamkan ideologi kepepetisme, segala-segala serba kepepet. Jadi mood itu berubah menjadi kreativitas kerja. Dan kerja penulisan jauh lebih cepat bila diberi batas tempo waktu. Benar atau tidak, itu seorang pengarang sendiri yang mengetahuinya.

Buku favoritnya apa?
Sejujurnya, buku yang belum pernah dibaca. Karena buku yang sudah dibaca tidak menjadi favorit lagi. Saya suka buku karangan V.I Braginsky “Yang Indah Berfaedah dan Kamal, Sejarah sastra Melayu dalam abad 7-19.” Dalam paruh kedua abad ke 19, ‘tema-tema Melayu’ menemukan pencerminannya di dalam karya-karya penulis klasik Rusia, seperti I.S Goncarov, “Frigat Palas”, dan I.S. Turgenev, “Senandung Cinta Berjaya.”  Artinya sastra Rusia sempat dipengaruhi sastra Melayu. Wallahu A’alam.

Ceritanya menulis pertama kali, dimuat di mana dan dibayar berapa?
Koran daerah dan dibayar cukup lumayan.

Jika mendapatkan ide, apa langsung di depan monitor?
Biasanya ditulis dulu seadanya, di kertas, di pikiran, di imaji dan di jendela jiwa. Memang harus direkam terlebih dahulu. Baru kemudian ada permenungan kembali untuk menuju pintu-pintu waktu berikutnya, menjelajah ke samudera kehidupan yang lebih dalam.

Pernah mengalami masa-masa sulit dalam keuangan?
Bisa digeledah, diperiksa. Saya nyaris tidak pernah tidak, sekali dua kali mengalami kesulitan keuangan. Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh, hidup adalah untuk mengolah hidup, bekerja membalik tanah memasuki rahasia langit dan samudra serta mencipta dan mengukir dunia, kerna sesungguhnya kita bukan debu, meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu, kita adalah kepribadian. Perjuangan adalah pelaksanaan dari kata-kata. Itu kata Rendra, saya kagum dengan sikap hidup yang termaktub dalam sajak itu.  

Kalau ditanya tentang kesulitan keuangan, betul! Namanya kesulitan kan tidak hadir setiap waktu. Tuhan juga tau itu, pasti kita dikasih panen, entah sebulan sekali, 4 bulan sekali, atau setahun sekali. Tidak bisa panen setiap hari, bukan berarti kita paceklik.

Berapa jam di depan komputer setiap hari?
Tidak tentu. Kadang 4 s/d 5 jam. Pernah juga 12 jam. Gagasan malah beku. Pernah hanya beberapa jam. Ide menguap, mengalir, mengalun, mendesir dan terciptalah suatu dan sesuatu, entah karya, entah sekedar lempengan kalimat bersayap. Saya percaya kata-kata punya nyawa. Seandainya kata punya nyawa, pasti ia sudah lama tewas ditanganku. Kalau sudah di depan di komputer. Hidup dan duniaku seolah berubah, seperti dalam sebuah sarang atau sangkar madu, pikiran terbang laksana burung dikurung angin, hati mengembang, dan jari-jemari berenang di antara tombol-tombol yang berisikan huruf. Sulit berhenti, terus dan terus. Kerja dan kerja.  Karya dan karya.

Suka nongkrong di mana saja?
Tidak nongkrong melainkan jalan kaki. Ini sama dengan rehat untuk memulihkan energi.

Hal yang paling banyak menimbulkan inspirasi?
Doktrin saya pribadi ada 9 komponen. 1. Berpikir dan merenung 2. shalat, berdoa-berusaha  3. membaca buku 4. Musik dan film 5. jalan kaki 6. dialog dan berkomunikasi 7. melalui mimpi 8. menulis sajak. 9. ilham kehidupan dari cinta, ratapan, kematian, kemurungan, dan sebagainya. Melalui berpikir dan merenung ditemukan gugusan semesta gagasan apa yang akan dikelola dan disampaikan. Melalui shalat dan doa ada kekuatan baru, doa merupakan otaknya ibadah sedangkan shalat kata Imam Khomeini, jika engkau belum keluar dari maqam inderawi, maka itulah puncak kekurangan. Berusahalah memasuki mesjidnya hati, agar engkau memperoleh shalatnya seluruh anggota dan perasaan. Jika engkau berusaha memasuki ka'bah ruhani, sehingga engkau shalat berjamaah bersama para ruh suci dan jiwa-jiwa yang kudus, dan shalat tersebut adalah cahaya. Jika engkau naik lagi dengan ruhmu ke Mala'al-A'la (Kerajaan Paling Tinggi) dan memasuki mesjid terjauh (Al-Aqsha) dan alam Ilahiah maka itulah cahaya di atas cahaya. Lalu inspirasi lain dari membaca buku. Buku adalah sahabat di kesunyian dan guru di padang pasir. Kemudian musik dan film sebagai fragmentasi dan hiburan. Jalan kaki kadang juga menerbitkan inspirasi. Berkomunikasi mendatangkan kebahagiaan sementara. Lalu melalui mimpi, meski mimpi disebut kembang tidur. Disitu kadang ada pedoman semacam lentera. Ilham lainnya dari cinta. Love will creep where water can’t pass. Cinta mampu merayap di tempat air yang tidak bisa mengalir. Dunia online-internet kadang bisa mendatangkan ide. Faktanya, kebanyakan data di internet adalah sampah. Karenanya, melalui blog www.setiadisejati.blogspot.com saya mencoba menuliskan sesuatu yang asli bukan asal salin lalu tempel alias [copypaste].


Yang paling ditakuti?
Seorang teman, Reiner Wagner Fasbinder berkebangsaan Jerman berkata, Du vertehe mein freundein, aangst essen selle auf. Kau mengerti temanku, ketakutan itu menghancurkan jiwa. Hal lain yang ditakuti, Kanjeng Gusti Pangeran, Allah Taala, Raja dari segala sesembahan manusia. Sesuai perkataan para rahib, siapa yang takut kepada Allah, Allah akan menjadikan segala sesuatu takut kepadanya. Dan siapa yang tidak takut kepada Allah, Allah akan menjadikannya takut kepada segala sesuatu.

Punya kebiasaan buruk yang sukar dihilangkan?
Kalau kebiasaan buruk dalam hal melahirkan karya. Saya kadang suka menganak-tirikan raw material, bahan mentah penulisan yang akan digarap. Mudah-mudahan kalau sudah hijrah ke rumah baru. Ada pendokumentasian ulang. Jadi lebih tertib, apik tertata dan sistematik.

Hal yang paling anda dambakan dalam hidup?
Secara alami dan bukan ambisi, saya merasa perlu menjadi seorang sastrawan besar, penulis populer dan legendaris. Bukan saat setelah mati, melainkan legenda yang hidup. Apa artinya menjadi orang besar, kalau tidak berjumpa dengan yang Maha Akbar. Lebih baik menjadi manusia biasa yang bisa terkena bisa. Hidup sederhana dan berpikir mulia. Bukalah mata pikiran dan akal, jelajahi alam jiwa, dan pandanglah asal-usul penciptaan. Kita hanyalah segenggam tanah, sebuah tangkai bayang-bayang dalam kegelapan ketidaktahuan, kebingungan dalam sifat-sifat. Lalu hujan cahaya mulai turun dari langit segenap rahasia: Tuhan tuangkan cahaya-Nya kepada mereka. Bumi berubah menjadi bunga melati dan batu menjadi mutiara. Selain itu, yang saya dambakan dalam hidup sudah tentu harus mencerahkan orang banyak dan mengangkat derajat keluarga.

Yang paling dibenci?
Maksudnya dalam kehidupan atau ketika sedang berproses dalam melahirkan karya sastra. Kalau dalam hal melahirkan karya, lagi asoi-asoinya mengetik dan konsentrasi kerja diganggu. Sumsum tulang seakan rontok, sel-sel gagasan yang ada dalam benak berguguran. Saya  harus memaklumi semua keadaan itu.


Minuman dan makanan favorit, jika begadang di depan komputer?
Singkong goreng bumbu merica dan teh manis panas buatan istri.

Sastra yang baik itu apa?
Saya pribadi memandang sastra seperti lakon hidup manusia bumi. Tidak ada yang baik dan tidak yang ada buruk. Lebih condong kepada sastra yang berguna atau tidak. Baik-buruk itu soal selera. Kadang-kadang media massa melakukan pencitraan ulang terhadap sebuah karya sastra.  Tambah lagi sudah hadir yang dinamakan sastra online. Saya tidak berada di lingkaran tersebut. Saya teringat Pram, keindahan itu bukan terletak dalam mengutak-ngatik bahasa melainkan dalam kemanusiaan. Dan sudah kodratnya manusia selalu berada di jalan yang baik dan buruk. Pergumulan dan pertempuran dua keadaan ini akan terus terjadi di dalam batin manusia.

Selama berprofesi menjadi penulis mendapatkan apa?
Keberlimpahan, kebahagiaan, dan kesenangan.

Selesai.

Setiadi Rachmat Saleh

Comments