Oleh: Setiadi Rachmat Saleh
K |
amis 12 Juli 2012 jam 15.22. Matahari bersinar terang. Petang terasa sangat benderang. Kali ini, saya sengaja datang sendiri ke Plaza Millenium untuk shalat Ashar berjamaah, setelah itu hang out melihat produk gadget terbaru. Maklum, HP Nokia jadul punya saya kurang memenuhi syarat untuk modal kerja sebagai penulis-jurnalis profesional. Sementara ini, saya bekerja tunggal dan hasil tulisan/liputan tersebut dikirim ke portal-portal online yang sekiranya mau menampung tulisan saya.
Selain itu, saya juga menulis di blog pribadi www.setiadisejati.blogspot.com dan mengundang “individu khusus” yang mau menulis di blog saya akan mendapatkan voucher pulsa sebesar Rp. 25.000,-. Di Indonesia mungkin baru saya yang melakukan ini.
Saat di dalam angkutan umum KPUM 25, azan sudah terdengar. Begitu turun dari angkutan umum. Saya bergegas memasuki Plaza Millenium yang menurut saya, jujur saja terkesan “kumuh.” Sebegitu pun kata orang, sekarang jauh lebih baik daripada dulu.
Sebentar-bentar mata saya melihat iklan, gadget dan smartphones sambil berusaha menabung memilikinya. Sebab, benda tersebut memang saya butuhkan untuk kerja dan memberikan pekerjaan bagi orang lain.
Musholla Plaza Millenium terletak di stand busana Muslim Madinah. Di stand ini dijual buku-buku, sarung, baju, mukena [telekung], kebutuhan ritel, dan banyak lagi. Musholla tersebut dinamakan Masjid Al-Anshar.
Saya berthaharah-wudhu. Lantainya agak licin. Airnya hangat. Shalat Ashar sudah dimulai. Saat berada di dalam musholla, ruangannya gelap temaram, lebih berkesan “horor-angker” dibandingkan kesan syahdu dan teduh.
Karena shaf paling kiri penuh. Saya mengambil shaf paling kanan. Benar saja! Rupanya di dalam musholla tersebut ada satu kuburan tunggal berwarna putih. Saya shalat saja mengikuti imam tanpa merasa takut atau khawatir. Tertinggal dua rakaat rupanya.
Ketakutan saya mulai terbit saat ruangan musholla bergetar. Gemetar iya, gentar tidak! Getarannya kadang ke kiri-kanan, atas-bawah persis seperti gempa-lindu. Setiap terdengar lift naik-turun, ruangan musholla dan Plaza Millenium seakan hendak roboh. Aneh binti ajaib, sekalipun getarannya terasa kencang. Naluri saya tidak memerintahkan otak untuk menggerakkan langkah agar segera berlari meninggalkan shalat. Berbeda halnya ketika di rumah. Jika terasa gempa kecil sedikit saja. Langsung ingin kabur-hambur seakan-akan kiamat kecil segera menyabur.
Saya shalat tidak fokus-khusyuk. Jangan tanya saya apa itu khusyuk? Khusyuk itu asyik-masyhuk, mungkin keasyikannya sama seperti saat sedang online seluruh pikiran tercurahkan di jagad maya atau khusyuk melakukan hal-hal yang menyenangkan lainnya.
Setelah shalat dan selesai berdoa. Saya langsung melihat dari dekat kuburan di dalam musholla. Terpahat tulisan di kayu “sakaratul maut.” Bayangkan, ada kuburan di dalam mall. Pikir saya dalam hati. Dengar-dengar Plaza Millenium pun dibangun di atas tanah kuburan Belanda. Di sejumlah tempat di Indonesia. Mall berdiri megah di atas kuburan/bekas kuburan bukan hal yang baru dan itu sudah cerita lama.
Replika Kuburan Putih
Replika kuburan yang diletakkan di dalam musholla Plaza Millenium Medan sudah tentu disengaja oleh pihak pengelola. Tujuannya baik, tidak lain untuk mengingatkan bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, teori ini absolut dan tidak terbantahkan lagi!
Kendati maksudnya baik bisa bikin ngeri juga. Betapa tidak! Seperti yang saya sebutkan tadi. Lampunya temaram, ruangannya mungil. Batin laksana dicekam, dicengkram dan ditikam sunyi. Maut membayang, nyawa serasa putus di badan dan membumbung dibawa terbang ke suatu tempat. Rasa-rasanya seperti mimpi melakukan perjalanan menembus kabut kematian.
Begitu keluar dari musholla yang masih berada di dalam mall Plaza Millenium, langsung terpampang dan tertayang di muka mata counter/mini market Madinah. Di sini tersedia busana muslim, ritel, buku, dan lain sebagainya. Saya hanya sebentar melihat-lihat buku agama Islam. Semua terbitan pulau Jawa: Jakarta, Bandung, Jogya, Semarang, Solo, dan Surabaya. Mana yang terbitan Medan, pikir saya dalam otak!
Sekitar Plaza Millenium
Medan setelah 17 tahun saya tinggalkan [1994-2011]. Saya melihat Plaza Millenium mirip seperti BEC Bandung. Di Millenium Plaza atau Plaza Millenium, terbalik-balik mengucapkannya, suka-suka saja. Lebih banyak penjualan ponsel dan smarthphone. Produk-produk Nokia, Samsung, Sony Erricson, Blackberry dan produk KW2 keluaran Republik Rakyat Tiongkok-Tionghoa-Cina, juga produk India semua tersedia. Sedikit sekali yang menjual laptop, kamera, dan “perangkat perang” hi-tech yang sangat saya butuhkan untuk kerja dan memberi pekerjaan pada orang lain. Terutama memberi pekerjaan bagi pemula.
Karena saya tidak menemukan apa yang saya cari. Jika pun menemukan pasti tidak bisa langsung dibeli. Mimpi tidak tinggal mimpi. Orang harus hidup bersama mimpinya, bukan hidup di alam mimpi. Mimpi saya adalah memberi pekerjaan bagi penulis-jurnalis untuk dilatih menuliskan hal-hal yang baik, bermutu, mengandung muatan yang mengukir peristiwa dan sejarah serta banyak lagi.
Sekalipun masih berbentuk blog www.setiadisejati.blogspot.com. Blog ini memberikan kesempatan luas bagi pemula/ahli untuk menulis ihwal seputar perjalanan, pengalaman, dan potret kehidupan budaya humanis, kultur urban. Jika tulisan dimuat, langsung mendapatkan pulsa sebesar Rp. 25.000,- Kecil-kecilan yang penting pasti diberikan. Daripada mengirimkan tulisan ke sejumlah media massa cetak/online. Jangankan dimuat, diberitahukan saja tidak, diterima/ditolak. Saya tidak bisa tidak, mau tidak mau memaklumi hal tersebut. Buruknya lagi begitu tulisan dimuat/diposting honor tidak diberikan.
Saya memikirkan hal ini ketika sedang menurui tangga eskalator. Ternyata 20 menit, jenuh juga di dalam mall Plaza Millenium Medan.
Saya keluar dari mall dan melihat-lihat keadaan sekitar. Mengingat-ingat lagi 17 tahun silam ada apa saja di sini, di Kapten Muslim. Rumah teman saya yang bernama Ilham Masyhuri semasa di SD Persit Kartika Chandra Kirana Gaperta, tidak terlihat lagi. Padahal seingat saya rumah tersebut tepat di hadapan Plaza Millenium Medan.
Melalui kamera ponsel Nokia 2 mp, saya mencoba memotret apa saja yang menarik perhatian. Suasananya petang sekitar jam 16.45. Jadi mungkin belum begitu banyak orang yang datang ke Plaza Millenium.
Saya berjalan ke seputar kawasan Plaza Millenium mencoba mengingat peristiwa barusan, shalat di hadapan replika kuburan. Barulah saya menemukan teka-teki mengapa musholla tempat saya shalat terasa begitu “berguncang dan bergetar.” Musholla tersebut terletak di antara dua sambungan bangunan. Bangunan pertama adalah Plaza Millenium Medan dan bangunan yang kedua adalah bangunan tempat area parkir kendaraan roda empat.
Jadi, begitu lift bergerak atau kendaraan bergerak secara langsung sambungan bangunan tersebut pun ikut bergerak! Anda, saya, dia, mereka, kita, kami yang sedang shalat pun akan merasakan gerakan itu seperti sedang berdiri di atas ombak-ombak kecil yang melayang di atas air.
Shalat di mall Plaza Millenium Medan yang terdapat “kuburan” di dalamnya, sungguh seuntai kesan yang tidak ingin cepat-cepat saya kubur.[]
Comments
Perihal Ilham Masyhuri, beliau masih terbilang kerabat saya dan kami memanggilnya disini dengan sebutan "Bawor" (dulu rumah kami berdekatan. Saya sendiri juga tidak tahu apakah keluarga mereka sudah pindah atau belum karena saya juga sudah 17 tahun berdomisili di Jakarta.