Penyakit Penulis: Kejibling Bikin Lancar Kencing


daun kejibling segar
 Oleh: Setiadi R. Saleh, S.Sos.,

Suatu sore di bulan Maret 2012, tepatnya tanggal berapa saya tidak ingat lagi. Pinggang kanan saya terasa pegal dan rasanya sakit. Saya coba tekan dan raba pelan-pelan mencari titik yang sakit. Kadang-kadang rasa sakit menyerupai pegal tersebut bisa dirasakan, kadang pula hilang dengan sendirinya. 

Pendek kata, setiap saya urut sendiri atau pijat dengan perlahan dan lembut, rasanya enak sekali. Kadang pula kedua anak saya memijat/menginjak-injak punggung/pinggang. Lumayan. Sesekali istri pun saya libatkan untuk membalurkan kayu putih. Lama-kelamaan setiap dipijat bukannya terasa enak malah sakit. 


Pada mulanya saya menduga ini hanya pegal pinggang biasa. Sebab, saya bekerja sambil duduk 5-6 jam di depan komputer. Belum lagi tambahan pada waktu-waktu ekstra. Air putih sudah pasti selalu saya minum. Mungkin akibat kelelahan dan keletihan akibat banyak duduk sehingga timbul nyeri otot pinggang. Pikir saya dalam hati.

Saat ini, saya tidak punya pekerjaan lain selain menulis. Saya pun bukan seperti orang-orang pada umumnya yang menerima gaji setiap hari, minggu, bulan. Jika tulisan saya dimuat, saya dapat honor. Jika tidak dimuat, saya berusaha menulis hal baru atau mengirimkan tulisan yang sama ke media cetak/online berbeda. Sudah pasti, kebanyakan tulisan yang dikirim belum diketahui diterima/ditolak. Jarang sekali sebuah media memberitahukan kepada penulis bahwa tulisannya dimuat/diposting. 

Uang sudah pasti tidak bisa saya peroleh senantiasa. Sekalipun demikian saya memiliki ATM khusus yang saya percayai sejak dulu. ATM tersebut bernama Allah Tuhan Manusia [ATM]. Kepada Allah-lah saya selalu meminta. Tuhan semesta alam tempat mengadu segala urusan, tempat bernaung, bergantung segala perkara. Jangan ragu!

Karena tidak kunjung membaik. Pinggang saya tempelkan koyo cabe. Terasa panas, pedih akibat keringat dan masih juga tidak berdampak. Lalu saya membeli counterpaint kemudian mengoleskannya. Pegal pinggang berangsung-angsur membaik. Kadang-kadang bagian pinggang terasa berat dan agak panas.  

Sejak kembali ke Medan setelah 17 tahun saya tinggalkan [1994-2011]. Praktis saya jarang sekali olah gerak jalan kaki. Berbeda ketika masih di Bandung hampir setiap hari jalan kaki. Sesekali di Bandung saya jalan kaki dari Dago sampai Alun-alun Bandung, Masjid Raya, Ganesha, BIP, BEC, Braga, Ir. Juanda, Gasibu, Gedung Sate, Unisba, dan tempat-tempat rimbun lainnya. 

Di Medan jalan kaki memang kurang asyik. Selain karena jaraknya jauh-jauh juga cuacanya lumayan panas. Lain hal jika memilih jalan kaki di sekitar lapangan Merdeka, stasiun kereta api, Kesawan, Istana Maimun, Kampung Madras [keling], Gajah Mada. Satu-satunya olahraga saya selagi di Medan adalah bersepeda dengan sepeda mini merah Butterfly, buatan Cina atau sepeda gunung rakitan merk Darson 800 ribu, rem dan gearnya shimano. Tidak tau itu shimano asli atau palsu.  
rebusan daun kejibling

Sepeda sengaja kami beli. Sebab, kami tidak memiliki mobil atau motor. Belum bisa kredit karena saya belum punya penghasilan pasti dan memadai. Kadang 500 ribu, kadang 700 ribu/bulan. Kadang sampai sebulan-dua bulan tidak berpenghasilan sama sekali. Saya tidak pernah berhenti berusaha sendiri, dan berusaha mencari pekerjaan dari orang lain yang masih bertalian dengan atmosfer dan kosmik tulis-menulis. 

Saya sebenarnya tipe orang yang siap menerima pekerjaan apa pun. Terpenting teguh-amanah, dan bisa dipercaya. Jika pun ada uang lebih dipakai untuk membayar cicilan utang ke kedai [warung] dan bayar uang sekolah anak. Setiap hari menyisihkan uang 2000-3000 ke warnet untuk mengirimkan tulisan. Pakai modem, ampun luar biasa lemot alias lelet lebai [lambatnya berlebihan, tidak sesuai promosi iklan modem]. 

Sekalipun berpenghasilan rendah dan hidup bersahaja. Saya selalu berkeyakinan, hidup harus berhasil, apa pun tantangannya. Jangan ditanya berapa kali saya gagal. Setiap saya mengalami “batin lara” saya berusaha menyeimbangkannya. Tidak larut, hanyut, ikut, kalut, ciut. Gairah tersebut saya ikuti terus dengan tekun dan fokus menulis dan menulis.
Tidak terasa, pegal pinggang sudah berubah menjadi sakit pinggang. Lantaran itu, setiap ada waktu untuk merenung sejenak, baik ketika menyendiri atau selepas doa selesai shalat, saya tanya kepada sanubari, “Apakah yang saya lakukan ini benar, berhenti atau teruskan? Apakah pekerjaan menulis bisa membuat kaya? Apakah karya dan kerja yang engkau lakukan dapat engkau bagikan kepada banyak orang? Dan segunung pertanyaan-pertanyaan lain yang pelik dan kronik.” Seluruh panggilan hati menghendaki saya terus menulis, senantiasa berusaha, setiap gagal perbaiki lagi caranya. Percaya, yakin, dan bakatilah pekerjaan yang ada. 

Sakit Pinggang, Demam, Bercak Darah
kejibling kering
 
Setelah dipijat dan diurut sendiri. Saya tidak pernah berani diurut [kusuk kata orang Medan] kepada orang lain, rasanya geli dan ngeri saja. Tempel koyo cabe tidak mempan. Olesan salep nyeri otot pun tidak berdampak. Saya enggan ke dokter. Guna apa saya pikir, saya baik-baik saja, tidak demam, tidak pusing kepala, tidak seperti orang sakit. Saya memutuskan ke dokter ketika mengangkat aqua galon terasa nyeri dan sakit pinggang bagian kanan.

Pergilah saya ke mantri. Namanya kebetulan sama dengan nama belakang saya, Saleh. Pak Saleh sudah puluhan tahun memberikan layanan pengobatan. Rata-rata orang cocok. Sekali periksa tambah obat Rp. 25.000-30.000. Lain halnya dengan suntik. 

Kata mantri, saya nyeri otot pinggang. Kemungkinan juga bisa ada penyakit lain mengingat jika nyeri otot biasa, tidak hilang-timbul dan bisa sembuh dengan obat oles. Saya diberi obat nyeri dan obat istirahat. 

Sehari kemudian, sampai keesokannya saya masih minum obat. Tidak terasa apa-apa, malah tambah lemas, lesu. Inginnya tiduran saja. Sebuah pekerjaan “kata kunci” dari guru marketing terbaik di Indonesia Anne Ahira. Terpaksa saya hentikan. Saya rehat sampai beberapa hari. 

Satu minggu tidak kunjung menunjukkan kemajuan. Badan lemas. Demam tidak biasa. Kepala agak pusing dan mual. Demam yang saya rasakan kali ini sangat berbeda, lain saja.
Sampai suatu pagi yang sunyi. Semua anggota keluarga belum pada bangun. Ketika buang air kecil, terasa perih sekali seperti ada yang mengganjal. Kencing agak macet, kurang cer...badan masih demam dan sakit serasa linu. Saya berusaha minum lebih banyak dari biasanya. Kalau saya hitung biasanya pun sudah cukup, kadang lebih dari 8 gelas/hari.
Hari Minggu, saya lupa tanggal berapa, bulan Maret atau April 2012. Ketika kencing di pagi hari ada sedikit bercak darah. Saya kaget! Ini kenapa dan ada apa? Tidak terbayang, baru keluar bercak saja sudah bertanya-tanya. Bagaimana lagi perempuan yang mengalami haid, menstruasi setiap bulannya. 

Saya tidak minum es, kopi, softdrink. Melainkan memilih teh pagi hari atau sore. Ini soal kebiasaan saja. Tidak ada filosofi apa-apa. Jadi, mudah-mudahan baik-baik saja. Yakin saya dalam hati. 

Keesokan harinya, tepatnya hari Senin siang harinya diantar oleh adik saya berobat ke dokter internis di RS. Malahayati. RS Malahayati bagi saya dan keluarga punya kenangan khusus. Di RS ini pulalah ibunda terkasih Djuriah binti Hasan meninggal dunia puluhan tahun silam ketika saya masih di kelas 4 SD Persit Kartika Chandra Kirana Medan. 

Di dalam ruang praktik dokter internis...

Kata dokter, “wah ada demamnya.” Saat dibawa ke dokter saya lagi demam. Dokter melanjutkan sambil memeriksa pinggang, mata, perut dan menekan titik tertentu di sekisar pinggang. Saat ditekan terasa nyeri sekali. Kemudian dokter bilang, “Kemungkinan ini karena virus atau batu ginjal. Harus di USG terlebih dahulu untuk memastikannya. Virus ini bisa mengganggu saluran kemih.” Dokter membuatkan resep dan menulis surat pengantar untuk di USG. 
panci perebus kejibling

Pasien tidak ada, saya diperiksa tidak kurang dari sepuluh menit. Ada rasa belum puas, begitulah dokter pada umumnya. Jarang yang berpanjang ria, bercakap atau sekedar menenangkan pasien. Kebetulan adik saya kenal dengan dokter. Karena kerjanya marketing obat dan farmasi. Padahal sekolahnya dulu akuntansi.  Periksa gratis, obat ditebus di apotik.
Virus dan batu ginjal? Tanya saya dalam hati. Virus darimana penyebarannya. Seumur-umur belum pernah sekalipun saya tidur dengan gadis/janda atau perempuan panggilan yang bisa membeli seks, tidak bisa membeli cinta. Jika batu ginjal? Saya termasuk sering minum.
Sesuai petunjuk dokter. Pulang dari dokter langsung menuju RS Materna Jalan Teuku Umar Medan, letaknya persis di depan sekolah SMP saya dulu Khalsa, Widya Segara dengan semboyan yang harus kami hafal setiap hari, knowledge is power. 

Kata petugas setelah membaca surat pengantar dari dokter, “biaya USG 500 ribu.”
“Waduh.” Kata saya dalam hati. Sudahlah! Saya pasrah. Saya terima. Hanya tanya dulu. Periksa nanti saja.

IGD RS Sari Mutiara
Sehari dua hari. Sakit belum mereda. Kencing masih terhambat. Syukur ahamdulillah istri termasuk orang yang pendiam, tidak banyak omong, dan selalu sabar. Hari ketiga setelah minum obat dari dokter internis. Badan saya lemas. Kepala goyang seperti berpusing. Mual seperti kena maag. Jantung berdebar. Bicara gemetar. Wajah pucat. Saya memang merasakan seperti mau pingsan. Padahal semua yang sebutkan barusan tidak pernah saya alami sebelumnya. 

Lagi-lagi oleh adik saya dibawa ke dokter praktik. Istri dan anak mengikuti dengan becak motor. Dokter praktik tutup. Lalu dibawa ke klinik. Dokternya tidak ada di tempat. Akhirnya kembali lagi ke mantri pak Saleh. Adik saya tidak bisa menunggui karena harus kerja.
Sesampainya di tempat pak Saleh. Saya terhuyung. Nyaris pingsan. Pak Saleh memeriksa nadi dan lalu menyuruh untuk diinfus di rumah sakit. Sesampainya di IGD petugas menanyakan sakit dan bla-bla-bla. Saya diinfus. Saya sudah tidak bisa berbicara lagi. Istri dan kedua anak saya menunggu luar. 

Ketika masih ada sedikit tenaga, saya masih sempat mengirimkan sms kepada DY mengucapkan selamat ulang tahun yang bertepatan tanggal 24 April 2012. Saya terbaring dan tertidur lemas. Tidak tau berapa menit saya tertidur. Istri saya datang membawakan air minum botol. Saya tanya sama istri, “Ma bagaimana keadaanku, berantakan atau ganteng. Anak-anak ada dimana?” Istri tersenyum dan menatap saya prihatin. Sebab, saya bicara seperti orang lagi mabuk-teler [tenggen kata orang Medan]. Padahal badan lemasnya minta ampun. 

Dua orang dokter muda memeriksa saya. Menanyakan hal yang sama dan meminta saya USG atau cek urine. Istri dan anak-anak saya suruh pulang saja. Hari sudah hampir sore dan hujan membayangi. 

Selagi di IGD 3 kali harus bolak-balik ke kamar mandi yang jaraknya 10 meter. Kata petugas, kamar mandi IGD sedang diperbaiki. Saya duduk di kursi roda diantar oleh petugas perempuan wajahnya sudah lelah. Saya dapat memakluminya. Di dalam kamar mandi, botol infus saya pegang. Saya kencing sebisanya sebab kamar mandinya pendek, kepala saya tundukkan, karena letaknya persis di bawah tangga, dekat dapur rumah sakit Sari Mutiara. 

Infus mulai habis. Adik saya datang. Ia ke bagian lab konsultasi menanyakan tarif ini-itu. Apakah sebaiknya cek urine saja atau USG, atau lainnya. Infus hampir habis. Mungkin tidak sampai 30 menit lagi. Darah naik ke selang infus. Petugas cepat-cepat memperbaiki letak selang dan memeriksa jarum. Saya ditanya apakah sudah mendingan. Saya jawab iya saja, daripada harus diopname, bisa gawat. Akhirnya saya pulang tanpa dibekali obat apa-apa. Karena obat yang saya minum sebelumnya masih bisa diminum. Saya tidak melanjutkan minum obat karena pusing. Ada jenis obat tertentu yang menurut pak Saleh dan dokter di IGD yang bisa menyebabkan pusing jika tidak cocok. 

Setelah menyelesaikan administrasi berbekal dari uang pinjaman. Saya keluar dari IGD dijemput oleh adik dalam keadaan lemas dan lapar. Tidak selera apa pun. Kecuali, ingin tidur dan rebahan sejenak.

“Dua Permata” di Kanan-Kiri Pinggang
25 April 2012. Sore selepas Maghrib saya ke dokter internis, praktik di rumah spesial batu ginjal. Karena adik saya bekerja sebagai marketing obat. Jadi beliau banyak tau seluk-beluk dokter lengkap beserta tarifnya. Kali ini tidak bisa gratis. Karena tidak kenal.
Sampai di rumah dokter praktik. Dua petugas perempuana menanyai saya, alamat, dan no hp. Saya sebutkan nomor hp saya yang bernomor Bandung. Mereka tanya ini nomor mana? Apa urusannya dalam hati saya. Jangan kaget, orang Medan kadang suka terus-terang saja tanpa berpikir apakah itu etis-tidak. Saya bisa maklum.

Terasa mau kencing, petugas melarang. Sebaiknya ditahan dulu. Akhirnya dokter memeriksa. Saya menyapa dokter. Dokter tidak ada senyum, tidak ada sapa. Dokter meminta saya pindah ke ruang sebelah. Saya diperiksa USG, diolesi semacam krim. Alat pemindai itu terasa “menohok” rasanya sakit juga di pinggang.
Dokter memperbesar layar monitor. Tampaklah dua batu. Saya positif sakit batu ginjal, kiri-kanan. Dokter memberi saya resep obat. Saya sempat menanyakan. Apakah pantangan makanan tertentu. “Tidak!” Jawab dokter. “Minum yang cukup dan jangan kebanyakan minum, nanti darahnya malah encer. 8-10 gelas cukup/hari.”

Saya pamit pulang. Dokter masih bersikap dingin tanpa ekspresi. Saya harus membiasakan diri untuk memaklumi orang. Apa pun profesinya.  

Obat di apotik seharga satu karung beras. Menyesal juga saya beli. Bukannya apa-apa. Minum obat antibiotik, anti nyeri tersebut. Ada perasaan mual dan setiap kali buang air kecil. Warnanya seperti warna darah. Kontan saja saya ngeri. 

Pikiran saya terbang kemana-mana membayangkan yang tidak-tidak. Cepat-cepat saya tarik nafas dan berusaha untuk tenang. Saya bisa sembuh! Yakin saya dalam hati. 


Daun Kejibling dan Kumis Kucing
Kebetulan istri saya kenal dengan petugas medis di Klinik Sari Asih, Sekeloa Bandung. Klinik ini adalah bina mitraan dari RS Santo Borromeus Bandung. Sambungan telepon jarak jauh tersebut melegakan hati. Atas anjuran petugas medis, saya diminta minum Batugin Elixir. Dampaknya terasa, kencing lancar. Harga Batugin Elixir 12.000 botol kecil/2 hari, 24.000 botol besar/4 hari. Minum harus lebih banyak dari biasanya. Sekalipun harganya terjangkau, saya tidak mampu membelinya.

Tanya sana-sini. Dapatlah saya jawaban, coba daun kejibling. Lalu saya baca di internet. Ternyata, daun kejibling adalah daun yang sama dipakai untuk bahan Batugin Elixir sebagai penghancur batu ginjal. 

Daun kejibling, kadang juga disebut kecibling. Anak saya 2 th 5 bln menyebutnya kecibing. Sejenis tanaman yang tumbuh sebagai pada halaman rumah. Pada umumnya untuk pagar tanaman. Sekalipun tanaman ini mudah tumbuh. Habitatnya sudah jarang ditemukan.
Jadilah, setiap hari saya meminum rebusan daun kejibling. Kadang disertai pula dengan kumis kucing. Kejibling direbus harus ganjil 7 atau 9 lembar. Saya tidak tau apa alasannya. Sejumlah orang yang saya temui mengatakan hal yang sama. Fungsi kejibling untuk menghancurkan batu dan melancarkan kencing. Sedangkan daun kumis kucing untuk mengobati pinggang yang sakit. 

Kalau saya hitung sudah hampir 3 bulan. Saya tidak pernah periksa atau USG batu ginjal karena belum punya uang. Di Medan, sekali USG bisa 250.000,-
Saya sekarang sudah bisa berlari cepat. Menggendong anak. Bersepeda. Pinggang kadang masih sakit. Tidak terlalu saya rasakan. Saya lanjutkan menulis untuk sejumlah media cetak dan portal online, termasuk mengisi di blog pribadi www.setiadisejati.blogspot.com. Prinsip saya, “gitu aja kok nyerah!” Dalam hati saya berpikir, saya harus berhasil apa pun tantangannya.[] 
                                                                           * * *

Comments