“Lembah Kebenaran” di Krueng Tuan



Oleh: Setiadi R. Saleh



Setelah bermalam di Peunaron Lama Dusun Krueng Baung, Kab. Aceh Timur. Jam 9.10 kami melanjutkan perjalanan menuju Blang Simpo (jalan masuk dari simpang Kliet). Tadinya ingin mampir ke lapangan helikopter (tempat  Asamera) beroperasi.

Seorang kenalan menelepon, di Kliet tidak ada masjid terdekat untuk shalat Jumat. Akhirnya kami Shalat Jumat di Krueng Tuan. Barangkali sudah jodoh, Krueng Tuan adalah tempat yang sejak dahulu ingin saya kunjungi. Di sinilah terkubur legenda Nurul A’la.

Satu-persatu orang berdatangan. Ceramah shalat Jumat diisi dengan Bahasa Aceh dengan tema sederhana “peu haba?” yakni saling bersapa sesama Muslim. Selesai Shalat Jumat, kami menjalankan Shalat Zuhur (mengapa demikian, hal ini akan dibahas pada lain kesempatan). Sebagian ada yang pulang dan sebagian lagi langsung berdiri mengikuti imam. Setelah shalat Jumat dan shalat Zuhur, jamaah masjid mengambil posisi rebahan. Saya pun tidak kuasa menahan kantuk akibat tadi malam kurang tidur membahas koordinasi Seruan Sanubari, Jangkar Peunaron dan Lokop. 

Mungkin sekitar  20 menit saya tertidur. Saat terbangun hampir masuk waktu Ashar. Saya sempatkan berkeliling melihat sekisar masjid dan pajak (pasar) sisa pekanan, di belakang masjid ada sebuah sungai dan balai besar tempat pertemuan warga.  

Entah kenapa, saya juga tidak dapat menjawab. Di Aceh, saya mengalami hal-hal “tidak lazim dan mengundang teka-teki.” 1 Maret 2013 lalu saat mengunjungi Rantau Panjang Peureulak (kini disingkat RTP) dan tidur di Meunasah Darussalam. Jam 22.30 saya terbangun dan persis di telinga kiri, seekor ular belang-belang coklat-hitam tidur melingkar. Saya kira itu biji-biji sebih (tasbih). Saya bergegas bangkit dan mencari kaca-mata untuk memastikan benda apa yang ada di dekat leher dan kuping. Betul saja, ular kecil (sebesar jempol) jalannya pelan. H. Mulyadi terbangun dan segera berlari ke depan pintu untuk mengambil kayu. Ular tidak kami bunuh, melainkan kami usir saja keluar. Lalu setelah ular katak datang dan kemudian pergi sendiri. Teringat pula saya ketika masa kecil melihat tetangga terserang penyakit, ia berjalan dengan tangan merayap di dinding. Malam itu setelah shalat malam (shalat syukur terima kasih masih bisa hidup), saya tidur saja tanpa ragu.

Kini, entahlah mata saya yang kabur, entahlah karena ilusi atau karena suatu apa. Sebelum berwudhu Shalat Ashar, di dekat bak penampungan air wudhu. Tiba-tiba saja sekujur tubuh saya merinding dari kepala sampai ke betis seperti “semutan” dan bulu kuduk saya berdiri. Saya ucapkan, “Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Tepat di ujung kamar mandi paling kiri, saya seperti melihat kepala manusia. Saya gosok lagi mata saya. Penglihatan itu ada lagi, saya mendekat tidak ada apa-apa (saat hal ini ditulis saya sedang merinding), seakan-akan energi dan aura mistis dari Krueng Tuan tersebut terbawa sampai ke Medan.


Lebih lengkap... www.seruansanubari.blogspot.com 

Comments