Memaknai Ucapan Salam Dalam Debat Capres 2014

Memaknai Ucapan Salam Dalam Debat Capres 2014


A
ntusiasme warga negara Indonesia terhadap Pilpres 2014 gairahnya akan terasa sampai hari H pelaksanaan Pilpres Rabu, 9 Juli 2014 bertepatan Ramadhan 1435 Hijriah.  Suasana Pilpres 2014 dibandingkan 2009 sangat berbeda. Pilpres 2014 kali ini lebih “keras,” cenderung mengarah kepada rivalitas/kompetisi/head to head dan pertarungan ideologi  daripada pembelajaran demokrasi. Terlebih lagi orang-orang muda yang tadinya golput dan pemilih pemula merasa perlu untuk memberikan suara.

Pesta demokrasi 2014 merupakan laboratorium politik yang paling menarik. Apalagi media cetak-elektronik-internet secara terang-terangan maupun samar “mengkondisikan” bahwa capres nomor urut sekian berwatak “begitu” dan capres nomor urut sekian “begini.” Sehingga dapat dipastikan media tidak lagi menjaga “netralitas, objektivitas” dan keberimbangan sebagai pilar utama pers. Tidak peduli apakah pihak tertentu melakukan kampanye hitam-negatif atau kampanye positif kepada pihak tertentu pula. Terpenting perusahaan media tersebut dapat bermain aman dengan mendulang iklan kampanye sebanyak-banyaknya dari capres 2014. Sudah bukan rahasia lagi bahwa pers bukanlah  sebuah wadah/institusi yang bertujuan untuk kemaslahatan sosial melainkan telah berubah menjadi perusahaan yang mengedepankan keuntungan (profit). Lebih tepatnya inkubator bisnis media.  

Satu hal yang hampir tidak disadari, jika kita memilih pasangan capres tertentu, bukan berarti kita lantas membenci capres yang lain. Tidak! Karena, capres nomor urut 1 (Prabowo-Hatta) dan Capres nomor urut 2 (Jokowi-JK) sama-sama ingin membawa Indonesia menuju perubahan dan kemajuan. Semboyan Prabowo-Hatta, “Indonesia Bangkit!” dan semboyan  Jokowi-JK, “Indonesia Hebat!” Ini adalah tekad bulat yang perlu dihormati. Alur serta aliran pemikiran setiap masing-masing capres 2014 berbeda. Maka, berlainan pula sudut pandangnya.
Ada suatu bentangan pelik yakni bagaimana mekanisme persoalan kebangsaan yang tadinya sebuah paradigma/konseptual kemudian ditarik kepada kehidupan sehari-hari (praktis).  Dari karsa (kemauan-kehendak) kepada karya dan kerja nyata. Dapatkah kita memahami rantai siklus filosofik ini?

Dan di antara model-model kampanye-kampanye capres baik menggunakan iklan  ATL-BTL (Above The Line-Below The Line) dan via media interaktif dan kreatif semisal internet.  Ada satu hal yang ingin penulis angkat dan ulas yakni: ucapan salam capres dan cawapres 2014 saat menyapa dan membuka debat capres 2014 yang sudah berlangsung dua kali (8 Juni 2014-SCTV dan 15 Juni 2014 Metro TV) dengan ucapan salam: Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera, dan Om Swastiastu.  

Kalau ditarik secara kajian reflektif spiritual dan mistikal. Apakah maksud sesungguhnya ucapan salam kedua capres itu? Jika ingin menyapa pemeluk agama Islam dengan ucapan, “Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,” Salam Sejahtera untuk umat Kristen, dan Om Swastiastu untuk umat Hindu. Mengapa hanya ada tiga ucapan salam yang berbeda, bukankah secara resmi Indonesia mengakui ada sekitar 6 pemeluk agama di Indonesia yang diakui negara termasuk Khonghucu. Berarti secara logik, kedua Capres 2014 Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK harus mengucapkan 6 jenis salam yang berbeda-beda.

Ketahuilah, makna ucapan salam itu tidak sembarangan. Secara spiritual dan mistikal sangat dalam sekali. Di antaranya untuk pujian, kedamaian, dan perlindungan. Kata “salam” berarti selamat.  Artinya, perlindungan oleh malaikat (dewa) dari kejahatan jin dan manusia. Bukan hanya perlindungan tetapi juga pengakuan hakiki tentang sesuatu yang Adikodrati-Illahi Rabbi-Allah SWT, Allah Maha Esa dan Tuhan Tiada Dua. Mari kita pikirkan baik-baik, apakah kedua Capres tersebut hanya bermaksud menyapa tanpa memikirkan makna salam atau lebih jauh “mengakui” adanya semua agama-agama serta aliran kepercayaan yang ada di Indonesia (diakui negara).  
Ke mana sebenarnya arah ucapan salam itu, ditujukan kepada siapa? Sulit menganalisisnya secara akurat. Tetapi, paling tidak terbaca sebuah maksud untuk menghargai keberagaman agama. Jika hanya demikian mengapa hanya ada 3 ucapan salam.  Artinya, kalau kedua capres tersebut mau, cukup ucapkan kata “salam” ini sudah mewakili semua sapaan pembuka bagi yang mengerti. Sebab, jika tidak hati-hati secara tersirat bahwa ucapan salam berarti jika pengakuan kepada inti aqidah (teologi) terhadap suatu agama. []


Comments