Untukmu Kadalmu dan Untukku Kadalku

Tok Dalang masih diam. Udin masih mengarahkan matanya ke layar.
“Pening aku, Tok. Lemas aku. Tak sanggup otakku ni mikir lagi. Yang satu bilangnya agama itu kadal. Satu lagi bilang agama itu Buddha, Hindu, Jainisme.”
“Udin Tonggek… Udin Tonggek… Kau ni mau cari apa rupanya?”
“Cari agamalah, Tok.”
“Apa kau lupa peribahasa Melayu, lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Jadi, satu kata itu bisa bermakna lain pada kondisi yang lain juga, pada bahasa di bangsa yang berbeda. Paham kau, Din?”
Udin diam sejenak.
“Iya Tok, mulai terbuka juga pikiranku. Tapi Tok, kalau berbeda, kenapa pulak bisa sama-sama ada kata ‘agama’ pada lain-lain bangsa di dunia ni?”
“Makjang! Bijak kau Din. Itulah yang aku tak tahu jawabannya!”
“Jadi kalau macam tu Tok, Islam memang bukan agamalah ya, tetapi ajaran, jalan hidup. Jadi, macam mana kalau kita ubah dan ganti kalimat ‘untukmu agamamu dan untukku agamaku’ menjadi ‘untukmu tradisimu dan untukku tradisiku’? Atau, ‘untukmu jalan hidupmu dan untukku jalan hidupku’. Atau, ‘untukmu kadalmu dan untuk kadalku’”.
“Kau ni, Din… Minta pijak apa minta tumit?!”
“Maaflah, Tok. Aku ini orang bodoh. Tak ada yang ajarkan aku.” Udin menunduk sedikit.
“Makanya, banyak-banyak kau mengaji. Tanya segala sesuatu pada ahlinya.”
“Iya. Terima kasih, Tok Dalang. Alhamdulillah.”

Comments